Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Militer Negara Sahabat

20 March 2012

Industri Pertahanan Mulai Bangkit

10:16 AM Posted by Unknown No comments
KORAN JAKARTA/M FACHRI
 Produsen Alutsista I Pemerintah Ajukan 478 Daftar Inventaris Masalah
 KKIP dibuat agar kebutuhan alutsista dalam negeri bisa segera terpenuhi. BUMN industri pertahanan diharapkan ikut bergabung dalam KKIP
JAKARTA - Saat ini, industri pertahanan dalam negeri sudah mulai bangkit. Itu dibuktikan dengan kemampuan sejumlah industri pertahanan memproduksi alat utama sistem senjata (alutsista). Beberapa alutsista yang sudah sukses dibuat di dalam negeri adalah tank medium, helikopter, pesawat angkut jenis CN-295, hingga kapal fregat.

"Industri pertahanan swasta bahkan sudah mampu mem buat kapal patroli cepat," kata Wakil Ketua Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, intelijen, luar negeri, komunikasi, dan informatika, Tubagus Hasanuddin, seusai memimpin rapat kerja dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro membahas RUU Revitalisasi Industri Pertahanan dan Keamanan di gedung DPR, Jakarta, Senin (19/3).


Menurut dia, industri pertahanan dalam negeri juga sedang berupaya membuat pesawat bermesin jet yang saat ini sedang bekerja sama dengan Korea Selatan (Korsel) untuk memproduksi bersama pesawat jet tempur generasi 4,5 yang diberi nama KFX/IFX.

Untuk kapal selam, Indonesia pun sedang bekerja sama dengan Korsel untuk bisa melakukan transfer teknologi. Semua rencana pembangunan industri pertahanan itu, tambahnya, nantinya dikelola Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).

"KKIP dibuat agar kebutuhan alutsista dalam negeri bisa segera terpenuhi. BUMN industri pertahanan diharapkan ikut bergabung dalam KKIP," katanya.

Hasanuddin optimistis pada pertengahan Juli ini RUU tentang Revitalisasi Industri Pertahanan dan Keamanan bisa cepat selesai. "Antara yang diajukan DPR dan daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah, tak ada perbedaan yang krusial. Kita targetkan sebelum pertengahan Juli sudah selesai," katanya.

Menguatkan Status
Peraturan soal industri pertahanan perlu diterbitkan agar industri pertahanan dalam negeri mampu memberikan pasokan untuk kebutuhan TNI, Polri, dan institusi lain. "RUU ini nantinya akan menguatkan status industri pertahanan agar mampu bersaing dengan industri pertahanan luar negeri dalam membuat alutsista," jelas Hasanuddin.

Sementara itu, Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, berharap kata "keamanan" dalam RUU Industri Pertahanan dan Keamanan dihapus. "Karena fokus dari UU ini adalah untuk pertahanan," ujarnya. Menyikapi hal ini, Hasanuddin menjelaskan sejak awal pembahasan mengenai RUU ini pemerintah sudah mengusulkan agar RUU tersebut tak menyertakan kata "keamanan". "Namun saat di Baleg mengalami pembahasan alot sehingga judul RUU yang muncul saat itu menjadi RUU Industri Pertahanan dan Keamanan," jelasnya.

Pemerintah telah menyerahkan 478 daftar inventaris masalah (DIM), terdiri 88 DIM tetap, 71 DIM perubahan substansial, 80 DIM rumusan baru, dan 168 DIM dihapus. Sementara itu, enam fraksi yang hadir dalam rapat menyetujui RUU diberi judul RUU Industri Pertahanan, sedangkan fraksi yang belum hadir dan memberikan pandangannya dalam masalah ini adalah PPP, Gerindra, dan PKB.

"Selanjutnya kita perlu menyepakati kluster pembahasan DIM, mana DIM yang cukup dibahas panja dan tim sinkronisasi saja," ujar Hasanuddin. Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Susaningtyas Kertopati, menilai yang penting untuk dibahas bukan saja kemandirian industri pertahanan, tapi juga kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan alutsista sesuai kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF). "Ini perlu dukungan politik pemerintah dan DPR," katanya.

Perusahaan-perusahaan yang dijadikan industri pertahanan itu sekarang memunyai peran ganda, di satu sisi untuk memenuhi kebutuhan alutsista militer, di sisi lain dijadikan BUMN yang profit oriented. Dia menilai saat ini terjadi ambivalensi dalam kebijakan menyangkut masalah tersebut.

Di tengah berbagai program pengadaan alutsista, ternyata yang mengemuka justru alutsista luar negeri melalui pembayaran fasilitas kredit ekspor, seperti tank Leopard, pesawat Sukhoi, dan kapal selam. Pengadaan dari luar negeri semacam ini, kata dia, sudah tentu akan meningkatkan kapabilitas militer secara signifikan dalam mencapai MEF.

"Namun, perlu disadari, pembelian melalui fasilitas kredit ekspor selalu menyimpan risiko ketergantungan yang rentan terhadap keputusan politik, seperti embargo persenjataan yang dialami oleh Indonesia pada tahun 1998. Karena itu, pembelian alutsista luar negeri juga perlu diletakkan dalam suatu strategi untuk mencapai kemandirian pertahanan," tambahnya. nsf/P-3

0 komentar:

Post a Comment