Jakarta (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari Imparsial dan Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kementerian Pertahanan mengkaji ulang pembelian enam pesawat Sukhoi dari Rusia mengingat adanya indikasi kemahalan, kejanggalan dan keterlibatan agen.
"Ada indikasi permainan dalam proses pengadaan pesawat tempur Sukhoi jenis Su-30 MK2, khususnya terkait dengan kemahalan, ketidakwajaran dan kejanggalan harga pesawat," kata Direktur Program Imparsial Al Araf di Jakarta, Senin. Menurut dia, beberapa kejanggalan dalam proses pengadaan Sukhoi, yakni mengapa pemerintah Indonesia (Kementerian Pertahanan) lebih memilih untuk menggunakan skema pembelian Sukhoi dengan sumber dana pinjaman luar negeri/kredit komersial, tidak menggunakan fasilitas `state loan` yang telah disediakan pemerintah federasi Rusia sebesar 1 miliar dollar Amerika.
Selain itu, harga pembelian Sukhoi bisa mencapai 470 juta dollar Amerika hingga 500 juta dollar Amerika untuk enam buah pesawat, sementara pada pengadaan tahun 2010, nilai pembelian Sukhoi dari produsen yang sama hanya berkisar 55 juta dollar Amerika.
"Jika harga kesepakatan adalah 500 juta dollar Amerika untuk enam Sukhoi, ini artinya harga persatuan Sukhoi adalah 83 juta dollar Amerika," jelas Al Araf.
Tak hanya itu, terdapat kejanggalan pemerintah dalam pembelian enam pesawat tersebut yang menggunakan pihak ketiga.
"Mengapa dalam pembelian enam Sukhoi terbaru, masih ada keterlibatan pihak ketiga/agen yang sebenarnya keluar dari semangat untuk melakukan proses pembelian/pengadaan alutsista melalui G to G?," ujarnya.
Al Araf menilai indikasi kemahalan dalam proses pengadaan Sukhoi bisa terjadi karena pembelian Sukhoi melalui mekanisme Kredit Export (KE), sehingga keterlibatan pihak ketiga/agen tidak dapat dihindari.
Harga resmi yang dipublikasikan Rosoboroexport per Agustus 2011 harga Sukhoi Su MK sebesar 60-70 juta dollar Amerika per unit. Sehingga harga resmi yang dirilis oleh produsen Sukhoi itu pun dibandingkan harga yang digunakan oleh pemerintah Indonesia masih sangat mahal, minimal terdapat selisih hingga 13 juta dollar Amerika.
"Jika pemerintah membeli enam pesawat Sukhoi maka selisih harga kemahalan, ketidakwajaran dan kejanggalan harga adalah sebesar 78 juta dollar Amerika atau setara dengan Rp741 miliar," kata Al Araf.
Oleh karena itu, Imparsial meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dan evaluasi pengadaan Sukhoi itu, melakukan pemeriksaan lebih rinci terhadap kontrak yang telah ditandatangani pemerintah RI.
"Komisi I DPR dan KPK harus melakukan pengawasan dan audit tata cara pengadaan alutsista dengan dana fasilitas kredit ekspor," kata perwakilan dari ICW, Tama S Langkun.
Sehingga, lanjut dia, pencairan uang muka ditunda dulu hingga hasil pengawasan dan audit tata cara pengadaan alutsista dengan dana fasilitas kredit ekspor oleh KPK tuntas dilakukan.
Keterlibatan calo
Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menegaskan benar tidaknya keterlibatan calo dalam pengadaan enam unit pesawat jet tempur Sukhoi dari Rusia, harus dicek kembali.
"Ya saya kok merasa keberadaan calo itu belum tentu benar, harus dicek lagi kebenarannya," katanya menjawab ANTARA usai memimpin panen padi varietas unggul Siliwangi Parikesit Dewi Sri Agung (SP DSA) di Desa Tegal Panjang, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/3).
Ia menegaskan setiap proses pengadaan alat utama sistem senjata termasuk pesawat jet tempur Sukhoi harus diajukan dari markas besar masing-masing angkatan, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara setelah sebelumnya melalui tender terbuka.
"Setelah ditentukan produk dengan spesifikasi teknik dan kebutuhan operasi yang dibutuhkan, maka diajukan ke Mabes TNI untuk dilanjutkan pengajuannya ke Kementerian Pertahanan. Di Kementerian Pertahanan diuji kembali hingga memasuki tim evaluasi pengadaan. Di sinilah baru ketahuan apakah ada mark up atau tidak, ada calo atau tidak," kata Agus.
Jika memang ada penggelembungan harga atau keberadaan calo, maka semua pihak yang terlibat dari mulai tingkat mabes angkatan hingga Panglima TNI yang meneruskan pengajuan itu ke Kementerian Pertahanan harus bertanggung jawab.
"Tapi saya merasa kok tidak benar. Proses pengadaannya juga terus berjalan. Ya harus dicek kembali," ujar Panglima TNI menegaskan.
Kementerian Pertahanan menyatakan tidak ada calo dalam pengadaan pesawat jet tempur Sukhoi.
"Sampai detik ini, kami hanya berhubungan dengan pihak JSC Rosoboronexport sebagai wakil resmi pemerintah Rusia dalam pengadaan pesawat Sukhoi," kata Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan RI (Kepala Baranahan Kemhan RI) Mayjen TNI Ediwan Prabowo.
Dia mengatakan sejak proses awal pengadaan pesawat jet tempur Sukhoi hingga penandatanganan kontrak Kementerian Pertahanan tidak pernah berhubungan dengan pihak lain, termasuk agen apalagi calo, selain JSC Rosoboronexport.
Ediwan mengakui setiap produsen asing yang memasok kebutuhan alat utama sistem senjata TNI, termasuk Sukhoi, memiliki mitra lokal di Indonesia.
"Namun, mitra lokal itu hanya memfasilitasi keperluan administrasi pihak produsen, dalam hal ini Rosoboronexport, dengan Kemhan. Akan tetapi, tidak ikut dalam penentuan produk apalagi harga, terlebih lagi kontrak. Tidak," katanya. (tp)
0 komentar:
Post a Comment