Meski usia korvet Parchim milik TNI AL tak muda lagi, tapi untuk kelengkapan senjatanya masih tergolong mematikan, baik untuk peran anti kapal selam dan peran anti serangan udara. Bicara tentang elemen penangkis serangan udara, selain ada kanon reaksi cepat AK-230 dan rudal mistral Simbad, masih ada lagi sosok sangar yang berada di sisi buritan, tak lain adalah meriam laras ganda AK-725 kaliber 57 mm.
Tampilan meriam AK-725 terbilang mencolok, dan mudah dikenali dari kejauhan dari bentuk kubahnya yang khas, dan terkesan futuristik. AK-725 atau disebut juga ZIF-72 merupakan senjata andalan Uni Soviet semasa era Perang Dingin. Desain AK-725 pertama kali disetujui oleh pemerintah Soviet pada 24 Mei 1958, dan prototipe meriam ini pertama kali dirampungkan pada 1960. Kemudian pertama kali dioperasikan oleh AL Uni Soviet mulai tahun 1963.
Di lingkungan TNI AL, setidaknya populasi meriam ini mencapai 16 pucuk, pasalnya ada 16 korvet TNI AL yang masing-masing dibekali satu pucuk AK-725 pada buritan. Selain untuk Parchim, sebenarnya AK-725 juga disematkan pada LST (landing ship tank) kelas Frosch, yang juga sama-sama buatan Jerman Timur, dan dibeli dalam satu paket oleh pemerintah RI bersamaan dengan armada kapal penyapu ranjau kelas Condor. Di Frosch, AK-725 bisa ditempatkan pada sisi haluan maupun buritan, tapi entah mengapa setelah menjadi milik TNI AL, AK-725 digantikan oleh meriam Bofors 40 mm.
Lalu apakah kehandalan meriam ini? Selain mumpuni untuk melahap target di udara, meriam ini juga afdol mengganyang target di permukaan laut. Punya jaraktembak maksimum untuk target horizontal mencapai 13.200 meter, dengan jarak tembak efektifnya 9.000 meter. Sedangkan jarak tembak maksimum untuk target vertikal mencapai 6.700 meter, dengan jarak tembak efektif 5.000 sampai 6.000 meter. Kecepatan luncur proyektil mencapai 1.020 meter per detik. Kecepatan gerak laras dalam merespon target pun terbilang cepat, yakni 30 derajat per detik. Kedua laras dapat digerakkan menuju target dengan sudut elevasi -10 sampai 85 derajat.
Karena kaliber yang lebih besar, muntahan proytil AK-725 tidak bisa sebanyak AK-230 yang tergolong CWIS (close in weapon system) dengan kecepatan tembak 1.000 proyekil per menit. AK-725 yang berkaliber 57 mm hanya sanggup melontarkan 100 proyektil per menit pada tiap larasnya. Tapi toh memang daya rudak dan jangkauan tembak keduanya juga berbeda, soal yang satu ini AK-725 tentu lebih menakutkan.
Untuk mendinginkan laras, digunakan solusi pendingin dari air.
Untuk melibas target yang bermanuver dinamis, Kendali akurasi tembakan mengandalkan Muff Cob, dan sebuah perangkat pengarah optik di dekat antenna Muff Cob.
Perangkat pengendali tembakan Muff Cob bentuknya terbilang khas, mirip drum atau antena microwave pada menara BTS (base transceiver station) operator selular. Lebih spesifik lagi, pada menara Muff Cob ditempatkan logo Satkor (satuan eskorta) TNI AL. Inti dari satuan eskorta terdiri dari kapal-kapal jenis frigat dan korvet.
Lebih dalam lagi tentang meriam berlaras ganda ini, kubah dapat melintas (berputar) hingga 200 derajat. Bobot meriam ini keseluruhan mencapai 3.825 kg dengan berat per amunisi mencapai 5 kg. Di dalam kubah yang terbuat dari bahan metal ini dapat menampung total 1.100 amunisi. Berat keseluruhan, mulai dari meriam, menara radar MR 103, dan sistem pengendali tembakan mencapai 25.000 kg. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Indomiliter
0 komentar:
Post a Comment