Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Militer Negara Sahabat

24 September 2012

Senjata Ilegal Marak di Aceh, ke Mana Pemerintah?

2:05 PM Posted by Unknown No comments
1348451882102467581Kemarin, Komandan Korem (Danrem) 011/Lilawangsa, Kolonel Inf A Rachim Siregar mengatakan, saat ini pihaknya mendeteksi sekitar lebih dari 100 pucuk senjata ilegal masih beredar di kalangan orang yang tidak berhak di wilayah Korem Lilawangsa. 

Menurutnya, senjata-senjata ilegal tersebut merupakan sisa-sisa konflik yang diperoleh melalui jalur-jalur ilegal yang tersebar di Asia Tenggara. Danrem juga menyatakan, pihak keamanan tidak henti-hentinya mengimbau masyarakat yang masih memiliki senjata untuk segera menyerahkannya kepada pihak berwajib. 

Boleh diserahkan kepada TNI, boleh juga kepada polisi demi terciptanya keamanan dan terpeliharanya perdamaian di Aceh.


Sebagaimana diketahui, bahwa industri pembuatan senjata ilegal adalah industri yang cukup menjanjikan dengan keuntungan yang menggiurkan dengan melihat pasar Asia yang marak dengan aksi-aksi terorisme maupun pemberontakan bersenjata termasuk aksi-aksi kriminalitas bersenjata.. Sebenarnya, sejarah mencatat bahwa industri pembuatan senjata dimulai sejak munculnya perlawanan terhadap ekspansi Jepang di Danao, Philipina. Para produsen mensupplai senjata kepada gerilyawan untuk melawan penjajahan Jepang. 

Penyebaran industri ini cukup masive sehingga tercatat oleh pemerintahan Philipina bahwa terdapat lebih dari 100.000 penduduk Danao yang terlibat dalam industri ilegal ini. Pembuatan senjata “home industry” ini dilakukan dengan membuat replika dari senjata-senjata laras panjang yang sudah cukup mahsyur di dunia, seperti AK-47, M-16, AR-15, hingga jenis-jenis pistol dan senjata otomatis dengan kaliber besar. Setiap pucuk senjatanya, dijual bervariasi tergantung dari jenis dan kualitas dan mungkin daya hancurnya, mulai dari 80 USD sampai dengan 1000 USD.

1348453181723267666

1348453286130718932Melihat realitas di atas, tentunya tidak mengherankan bahwa penyebaran senjata di Indonesia khususnya di daerah konflik (maupun bekas konflik) cukup marak dan memprihatinkan. Entah berapa banyak juga kasus-kasus kekerasan bersenjata yang terjadi di Indonesia khususnya di Papua dan Aceh, belum lagi jika kita menghitung korban akibat penyebaran senjata ilegal tersebut. 

Pernyataan dan imbauan Danrem kepada warga untuk menyerahkan senjatanya secara sukarela rasa-rasanya kecil kemungkinan untuk terlaksana tanpa adanya langkah nyata dari pemerintah Aceh dalam mengedepankan aksi anti kekerasan selama pemerintahan berlangsung. Bagaimana peran seorang para eks kombatan GAM untuk mengimbau para eks kombatan yang masih terbawa-bawa suasana masa konflik yang mungkin bagi sebagian di antara mereka merupakan masa-masa “romantis” bersama “istri pertamanya” (senjata). 

 Namun, jika pemerintahan Aceh saat ini acuh dalam melihat persoalan ini karena sulit melepas dari latar belakang kekerasan yang dibawa sejak proses menuju kekuasaan Aceh saat ini, maka hampir dapat dipastikan bahwa keadaan keamanan Aceh akan selalu tidak aman dan rawan letupan/konflik sesama/horizontal sehingga kredibilitas pemerintah dan pemimpinnya dipertanyakan.

Persoalan keamanan adalah persoalan bersama, bukan hanya persoalan bagi TNI dan POLRI saja. Pemerintah beserta rakyat juga harus terlibat di dalamnya agar stabilitas keamanan betul-betul dapat terwujud. Aparat keamanan juga perlu lebih “kreatif” dalam mencegah peredaran senjata ilegal di Aceh, misalnya dengan memotong jalur-jalur supplai senjata-senjata tersebut. Ini persoalan menahun dan bersifat klasik, jadi masak aparat intelijen kita “tidak tahu” jalur-jalur maupun titik masuknya senjata-senjata itu? Sementara itu, Pemerintah pun bisa melakukan langkah-langkah diplomatis dengan negara-negara tetangga di Asia untuk menjadikan isu ini sebagai isu bersama untuk diperangi bersama.  

Masih banyak lagi kreativitas aparat keamanan dan pemerintah yang dapat diperbuat demi terwujudnya keamanan dan perdamaian dibandingkan pikiran kecil saya sebagai rakyat biasa yang senang mengkritisi, hanya tinggal satu persoalan, mau atau tidak?
Rafli Hasan

kompasiana

0 komentar:

Post a Comment