Jurnas.com | AMAN dan bersahabat. Itulah kesan pertama yang tertangkap kami, rombongan wartawan dari Jakarta, saat mengunjungi perbatasan Indonesia-Papua Nugini, di Kampung Skouw, Distrik Muara Tami, Jayapura, Rabu (24/10), sekitar dua jam perjalanan dari Kota Jayapura melalui Abepura dengan kondisi jalan mulus.
Petugas Keamanan dari Yonif 408/SBH di perbatasan, dengan ramah, hanya menanyakan identitas dan tujuan serta meminjam KTP salah seorang anggota rombongan. Tidak hanya itu, kami ternyata diperbolehkan memasuki wilayah Papua Nugini, walaupun hanya sebatas di wilayah transisi seluas sekitar setengah lapangan bola.
"Dalam kondisi tertentu, biasanya tidak diperbolehkan, mungkin karena saat ini nyaris tidak ada gangguan keamanan, jadi penjagaan agak longgar, "kata sopir kendaraan yang membawa rombongan.
Di wilayah transisi, petugas keamanan Papua Nugini tidak mencurigai kami, namun hanya sekedar mengawasi kegiatan kami dari kejauhan, tidak ada teguran maupun pertanyaan. Nampaknya pemeriksaan ketat dengan memeriksa paspor dan visa akan dilakukan di tempat yang lebih masuk ke wilayah Papua Nugini.
Di wilayah transisi, rombongan bisa melihat-lihat souvenir khas Papua Nugini yang terdapat di jongko-jongko sederhana. Harganya relatif murah. Tas selempang motif PNG dihargai Rp70 ribu, kain sepanjang 2 Meter Sekitar Rp 100 ribu. Pembayaranpun bisa dengan mata uang rupiah.
Hebatnya, penjualnya yang asli orang Papua Nugini, jago berbahasa Indonesia dan Inggris. Soal suasana antara kedua negara, nyaris tidak ada perbedaan. Hanya terdiri dari bangunan pos penjagaan dan hutan selain menara suar milik Pemerintah Indonesia. Beberapa ratus meter dari garis perbatasan di wilayah Indonesia, terdapat komplek pertokoan, namun sepi dan nampaknya belum diisi sejak mulai dibangun.
Jurnas
0 komentar:
Post a Comment