Diorama
di Museum Sumpah Pemuda, Jln. Kramat Raya, Jakarta, Museum inilah yang
dahulu digunakan para pemuda untuk berjuang melawan penjajahan dan dari
tempat ini pula lahirlah Sumpah Pemuda pada 28-10, 1928 TEMPO/Subekti.
Sikap Tabrani baru mencair ketika pada 1973, Sudiro, bekas Wali Kota Jakarta, memintanya buka suara. Tabrani kemudian mulai menuliskan pengalamannya dalam buku 45 Tahun Sumpah Pemuda yang diterbitkan Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta setahun kemudian.
Ternyata sikap diam Tabrani soal Kongres Pemuda Pertama bukan tanpa sebab. “Laporan kongres yang berjudul Verslag van Het Eerste Indonesisch Jeugdcongress (Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama) yang diterbitkan oleh Panitia Kongres telah dimusnahkan Belanda,” kata Tabrani seperti dikutip dari laporan khusus Majalah Tempo edisi 2 November 2008.
Lagipula, lanjut Tabrani, ia khawatir salah berbuat ketika menceritakan konsep Kongres Pemuda Pertama jika tak disertai dokumen otentik. “Bukan saya angkuh, apalagi takut, melainkan khawatir nanti-nanti berbuat salah,” katanya menjelaskan. Pasalnya, jelas Tabrani, ia tak memiliki dokumen asli yang lengkap seputar Kongres Pemuda Indonesia Pertama tersebut.
Soal pemusnahan dokumen Kongres Pemuda Pertama itu diketahui Tabrani ketika ia tengah bersiap meninggalkan Tanah Air untuk berangkat ke Jerman. Akibatnya, ia tak sempat ''mengamankan'' dokumen-dokumen itu.
Untungnya, sebelumnya Tabrani pernah mengirimkan salinan laporan Kongres Pemuda Pertama ke Museum Pusat -kini bernama Museum Nasional, dan sejumlah media massa. Barulah pada 1973 Tabrani, mencari kembali dokumen laporan kongres yang pernah dibuatnya 45 tahun yang lampau. “Kondisinya sudah memprihatinkan,” ujarnya.
Kompas
0 komentar:
Post a Comment