Belanja militer Indonesia masih sangat rendah, hanya 0,7 persen.
VIVAnews –
Wakil Presiden RI Boediono menyatakan, industri pertahanan berpotensi
mendatangkan keuntungan yang tinggi mengingat perputaran uang di
dalamnya sangat besar.
Menurut Boediono, data belanja militer (military expenditure) 2011 berdasarkan riset Stockholm International Peace Research Institute adalah sebesar US$1.738 miliar.
Menurut Boediono, data belanja militer (military expenditure) 2011 berdasarkan riset Stockholm International Peace Research Institute adalah sebesar US$1.738 miliar.
“Jumlah ini 2,5 kali PDB
kita (Indonesia), bahkan 10 kali jumlah APBN.
Ini jumlah yang sangat
besar untuk produk-produk yang jumlahnya sebetulnya tidak banyak,” ujar
Boediono dalam sambutannya pada pembukaan Indo Defence 2012 di JIEXPO
Kemayoran, Jakarta, Rabu 7 November 2012.
Untuk itu peluang besar terbuka bagi suatu negara yang ingin mengembangkan industri pertahanan dalam negerinya maupun memanfaatkan peluang pasar, termasuk Indonesia.
Untuk itu peluang besar terbuka bagi suatu negara yang ingin mengembangkan industri pertahanan dalam negerinya maupun memanfaatkan peluang pasar, termasuk Indonesia.
Dari segi perbandingan
belanja militer terhadap angka Produk Domestik Bruto, Boediono
mengatakan belanja militer Indonesia sesungguhnya masih sangat rendah
karena hanya berada di angka 0,7 persen.
Angka tersebut sangat
kecil bila dibandingkan dengan belanja militer Amerika Serikat yang
mencapai 4,7 persen dari PDB-nya, atau bahkan Arab Saudi yang mencapai
10 persen dari PDB-nya. “Indonesia belum masuk radar, walau beberapa
tahun ini meningkat pesat untuk memenuhi kebutuhan minimal pertahanan
kita,” kata Wapres.
Sementara itu, statistik impor alat pertahanan Indonesia saat ini mencapai peringkat 15 dari negara-negara lain di dunia. “Ini artinya kita masih punya banyak peluang untuk menempatkan produk-produk dalam negeri dan memaksimalkan industri pertahanan kita,” kata Boediono.
Oleh karena itu Wapres mengapresiasi penyelenggaraan Indo Defence 2012 sebagai pameran yang dapat memberikan inspirasi bagi para pelaku industri pertahanan untuk mengembangkan potensi industri pertahanan dalam negeri. Pameran ini juga akan memberikan pendidikan publik mengenai alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki Indonesia.
Indo Defence tahun ini diselenggarakan tanggal 7-10 November 2012, dan menampilkan lebih dari 600 perusahaan dari 42 negara dan 23 delegasi, antara lain Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, Azerbaijan, Belanda, Belarus, Belgia, Brunei, Filipina, Finlandia, India, Jepang, Jerman, Kroasia, Korea Selatan, Norwegia, Portugal, Ceko, Rusia, Singapura, Slovakia, Taiwan, Turki, Ukrainia, dan Yunani. (umi)
Sementara itu, statistik impor alat pertahanan Indonesia saat ini mencapai peringkat 15 dari negara-negara lain di dunia. “Ini artinya kita masih punya banyak peluang untuk menempatkan produk-produk dalam negeri dan memaksimalkan industri pertahanan kita,” kata Boediono.
Oleh karena itu Wapres mengapresiasi penyelenggaraan Indo Defence 2012 sebagai pameran yang dapat memberikan inspirasi bagi para pelaku industri pertahanan untuk mengembangkan potensi industri pertahanan dalam negeri. Pameran ini juga akan memberikan pendidikan publik mengenai alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki Indonesia.
Indo Defence tahun ini diselenggarakan tanggal 7-10 November 2012, dan menampilkan lebih dari 600 perusahaan dari 42 negara dan 23 delegasi, antara lain Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, Azerbaijan, Belanda, Belarus, Belgia, Brunei, Filipina, Finlandia, India, Jepang, Jerman, Kroasia, Korea Selatan, Norwegia, Portugal, Ceko, Rusia, Singapura, Slovakia, Taiwan, Turki, Ukrainia, dan Yunani. (umi)
0 komentar:
Post a Comment