Hanya berselang
sembilan tahun dari penerbangan perdana bersejarah helikopter
Vought-Sikorsky VS-300 September1949, Republik inipun telah mampu
merancang helikopternya sendiri.
( ket: Kepik karya terakhir Yum Soemarsono)
RI-H namanya, heli dengan bentuk sederhana berbodi transparan dengan rangka pipa aluminium. Bermesin sepeda motor BMW 500 cc berdaya 24 pk ini meski tak sempat diterbangkan mengudara namun inilah tonggak bersejarah perjalanan perkembangan helikopter nasional. Heli yang dibangun di desa Tarikngarum - Gunung Lawu ini hancur 19 akibat bom yang dijatuhkan dari pesawat tempur P-40 Kittyhawk Belanda pada aksi militer ke-2 Desember 1948, Yum Soemarsono sang perancang tak pernah patah arang, justru memacunya untuk terus berkreasi. Tiga helikopter baru dibangunnya dalam kurun waktu 16 tahun.
Heli kedua karyanya
diberi julukan YSH dari inisial namanya sendiri Yum serta Soeharto dan
Hatmojo rekannya yang turut menyumbangkan dana untuk pengembangan
helikopter ini. Namun nasib sial terulang kembali, heli ini rusak karena
terjatuh dari truk akibat tiang rotornya tersangkut kabel listrik
ketika dibawa dari Yogya menuju Kalijati. Heli ini masih menggunakan
mesin RI-H yang sempat dipreteli sebelum serangan udara Belanda terjadi
yang menghancurkan rangka badannya meski telah disembunyikan disemak
belukar. Sempat pula diuji coba dan mengudara walau hanya beberapa
centimeter dari atas tanah.
(ket: LAPIP X-06 Kolentang)
Tahun 1954 dibangun helikopter ke-3 yang sedikit lebih besar dibanding YSH, dengan nama
Soemarkopter yang dibangun di Bengkel Induk 90 - Bandung. Heli bermesin
dengan daya 60 pk ini justru diterbangkan pertama kali oleh Leonard
Paris, yang kebetulan berada di Indonesia bertugas sebagai teknisi
sekaligus merangkap instruktur helikopter Hiller yang dibeli Indonesai
saat itu. Terbang setinggi satu kaki pada 10 April 1954. Ketika Yum
belajar terbang helikopter ke Amerika Serikat, heli ini ditipkannya di
LAPIP, namun ketika kembali tahun 1955 heli ini tak ada ditempatnya,
raib tanpa bekas entah kemana.
Ketika menjadi pilot
heli kepresidenan pada tahun 1963, Presiden Soekarno sempat memberi
dorongan kepadanya untuk membuat helikopter kembali. Heli ke-empat yang
diberi nama Kepik oleh Presiden Soekarno ini dibuat di bengkel AU Hussein Sastranegara - Bandung. Pada tanggal 22 Maret 1964 di
halaman Pindad, Yum mencoba menerbangkan heli ini, namun setelah
terangkat dari tanah rotor utama terlepas yang menyabet lengan kirinya
hingga putus serta meminta korban nyawa seorang pembantu dekatnya.
Inilah akhir karya bapak helikopter nasional ini.
(ket: LAPIP X-08 Mayang)
Kemandirian dalam
upaya pengembangan helikopter nasional juga dilakukan LAPIP (Lembaga
Persiapan Industri Penerbangan) yang berdiri Desember 1961, selain
mengembangkan pesawat ringan sayap tetap juga berhasil membuat
helikopter ringan eksperimental sebanyak dua jenis. Yang pertama
gyrocopter yang diberi nama X-06 Kolentang berhasil mengudara tahun 1962
dan sebuah lagi helikopter satu penumpang X-08 Mayang yang terbang
perdana 25 Maret 1964. Kedua prototype helikopter ini sempat
diperlihatkan untuk umum dalam pameran Research Nasional I di Gedung Pola - Jakarta bulan Juli 1965.
Era Heli Modern
Dengan
diresmikannya Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) pada bulan
Agustus 1976 oleh Presiden Soeharto yang merupakan penggabungan potensi
beserta aset dan fasilitas yang dimiliki divisi ATTP- Pertamina dengan
aset Lembaga Industri Pesawat Nurtanio (LIPNUR) milik TNI AU di Bandung,
maka terbukalah cakrawala baru industri kedirgantaraan nasional yang
lengkap sarana-prasarana serta tersedianya SDM yang cukup. Tokoh
aeronautic kaliber dunia DR. BJ. Habibie diangkat sebagai Direktur Utama
segara mencanangkan misi dan program industri kedirgantaraan yang
modern ditanah air melalui cara ‘evolusi yang dipercepat’ dengan cara
alih teknologi dari negara maju.
Produksi pertamanya adalah pesawat fixed wing NC-212 Aviocar yang mendapat lisensi dari CASA Spanyol dan untuk rotary wing pertamanya helikopter ringan serbaguna NBo-105 yang juga dibuat berdasar lisensi dari MBB Jerman. Pada
bulan November 1977 IPTN kembali melakukan kerjasama dengan
Aerospatiale Perancis memproduksi secara lisensi helikopter NSA-330 dan
NAS-332 Super Puma. Lima tahun kemudian pada bulan yang sama November
1982, dilakukan kerjasama serupa dengan Bell Helicopter Textron Amerika Serikat untuk memproduksi helikopter NBell-412 di tanah air.
Seperti halnya kerjasama lanjutan antara CASA dengan IPTN yang melakukan joint venture
mendirikan Aircraft Technology Industries (Airtech) pada tahun 1979
untuk mengembangkan pesawat CN-235, hal serupa dilakukan IPTN dengan MBB
untuk memproduksi helikopter ringan bersama dengan membentuk usaha
patungan bernama New Transport Technology (NTT).
Proyek pertamanya
adalah mengembangkan helikopter ringan serbaguna yang bisa diaplikasi
untuk berbagai keperluan baik untuk angkut penumpang, heli latih,
surveillance & observation, SAR maupun MedEvac. Penandatanganan
kerjasama dilakukan di Munich Jerman pada bulan April 1984.
Heli
dengan nama BN-109 (Bolkow Nurtanio-109) ini sekelas dengan Bo-105 namun
menggunakan mesin turbin tunggal agar penggunaan bahan bakar lebih
efisien mengingat pada masa itu harga BBM dunia melonjak.
Heli ini
dirancang agar mudah dioperasikan, mudah perawatan serta memiliki biaya
operasional yang rendah. Dengan spesifikasi MTOW 1200 kg, kecepatan
maksimum 200 km/jam dan jarak tempuh hingga 500 km yang mampu mengangkut
4 orang penumpang. Namun dengan normalnya kembali harga BBM dunia
dipenghujung tahun 80-an program ini surut terhenti pada tahap preliminary design dan meninggalkan mock-up 1:1 saja.
Ditengah
hingar bingarnya perayaan menyambut 50 tahun kemerdekaan Indonesia,
IPTN yang telah berubah nama dari Nurtanio menjadi Nusantara terus
memompa semangat untuk makin mandiri. Setelah berhasil dengan proyek
N-250, divisi (SBU) helikopter-pun turut mencanangkan dua proyek
helikopter sekaligus. Yang pertama NH-2 ALCLH (Advanced Low Cost-Light Helicopter) berkapasitas dua penumpang sebagai heli latih serta untuk
transport dengan menggunakan mesin piston dan NH-5 berkapasitas 5
penumpang serupa dengan proyek BN-109. Keduanya sempat dipamerkan di
ajang IAS 96 walau hanya berupa model skala.
Akibat
badai krisis moneter yang melanda Indonesia ditahun 1997, kembali
memporak porandakan mimpi Indonesia untuk membangun helikopternya
sendiri. Sekarang dibawah nama baru PT DI, SBU helikopter diberi
kepercayaan oleh Eurocopter untuk melanjutkan produksi helikopter
serbaguna kelas medium NAS-532 Cougar mulai tahun 2008 lalu. Selain itu
PTDI juga telah menandatangani kerjasama lanjutan dengan Eurocopter
untuk mengembangkan heli ringan Fennec dan Ecuirrel di tanah air untuk
menggantikan NBo-105 yang lisensinya telah berakhir tahun 2009 lalu.
0 komentar:
Post a Comment