"Silakan buat Qanun tetapi harus dikomunikasikan dengan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan persetujuan," kata Zahari kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (22/11).
Menurut Zahari, lambang dan bendera Pemerintah Aceh, jangan sampai jangan sampai merusak sistem yang sudah ada di wilayah Indonesia paling barat Indonesia itu.
Kata Zahari, Qanun tentang lambang dan bendera harus menjadi pemersatu dan perekat persatuan dan persatuan dalam bingkai NKRI. "Tidak ada gunanya Qanun dibuat kalau justru merusak sistem yang ada," ujarnya.
Ia juga mengatakan, lambang dan bendera Pemerintah Aceh harus dikomunikasikan dengan Pemerintah Pusat. "Harus dikomunikasikan dengan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan persetujuan," papar Zahari.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, anggota Komisi A DPR Aceh, Abdullah Saleh, Senin (19/11), membenarkan bendera dan lambang yang saat ini dituangkan dalam Rancangan Qanun (Raqan) adalah yang pernah dipakai GAM.
Menurut Abdullah, penggalian bendera dan lambang tersebut tak semata didasarkan pada faktor GAM, tapi juga sejarah Aceh sebelum masa GAM.
"GAM sendiri menggali bendera dan lambang ini dari sejarah Aceh. Keduanya pernah dipakai pada masa Kesultanan Aceh," kata Abdullah.
Kata Abdullah, Raqan bendera dan lambang Aceh ini merupakan tindak lanjut dari MoU Helsinki 2005 antara Pemerintah RI dan GAM.
"Ini nanti kami harapkan akan menjadi simbol pemersatu masyarakat Aceh, yang juga mencerminkan keistimewaan dan kekhususan Aceh," kata Abdullah.
Hal yang sama juga diutarakan Ketua DPR Kabupaten Nagan Raya Samsuardi alias Juragan. Ia mengatakan sepakat dengan bentuk dan lambang bendera Aceh.
"Karena itu bendera dan lambang Aceh masa lampau. Bendera ini sudah begini adanya semasa kita dulu," ujar Samsuardi.
itoday
0 komentar:
Post a Comment