Komisi I perlu mendapat penjelasan dari Menhan khususnya soal di balik
langkah sepihak Korsel menghentikan kerja sama pengadaan pesawat tempur
KFX dari Korsel tersebut
JAKARTA-(DM) : Seusai membahas nasib RUU tentang Komponen
Cadangan Pertahanan Negara (Komcad), Senin (20/5), Komisi I DPR
melanjutkan raker dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro,
membahas soal penghentian kerja sama sepihak dari Korea Selatan, dalam
hal produksi bersama pesawat tempur Korean Fighter eXperiment (KFX).
Namun, rapat kali ini digelar secara tertutup.
Sebelum rapat membahas hal ini dimulai, Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, bahwa Komisi I memandang penting pembahasan persoalan ini. "Sehingga Komisi I perlu mendapat penjelasan dari Menhan khususnya soal di balik langkah sepihak Korsel menghentikan kerja sama pengadaan pesawat tempur KFX dari Korsel tersebut," ujar Agus.
Kata Agus, Komisi I melihat pembatalan kerja sama pengadaan KFX/IFX itu dampaknya tidak sederhana. "Kita mesti lihat apa akar permasalahan yang sesungguhnya. Apakah ada langkah embargo dari pemilik teknologi itu dalam hal ini AS? Seperti itu yang akan kita pelajari," jelasnya.
Agus menambahkan, hal lain yang perlu diungkap, apakah akibat pembatalan sepihak dari Korsel, akan berdampak pada kerja sama yang lainnya. Misak, pembuatan tiga kapal selam yang juga bekerja sama dengan Korsel. "Apakah ada penundaan-penundaan juga. Ini yang mesti kita pastikan dan bicarakan," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Tubagus Hasanuddin kepada JurnalParlemen, Selasa (14/5) mengatakan bahwa RI sudah membayar 70 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1,6 triliun untuk modal awal pembuatan pesawat tersebut. "Sehingga kalau pihak Korsel menghentikan sepihak produksi bersama pesawat KFX itu, jelas RI pihak yang telah dirugikan," ujarnya.
Kerja sama antara Indonesia dan Korsel untuk membangun pesawat super canggih KFX berlangsung sejak 2001. Proyek itu dibiayai bersama oleh Indonesia dan Korsel. Dalam proyek itu, pemerintah Indonesia diwajibkan menyetor sekitar 20 persen dari total dana yang dibutuhkan sekitar Rp 80 triliun.
Sebelum rapat membahas hal ini dimulai, Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, bahwa Komisi I memandang penting pembahasan persoalan ini. "Sehingga Komisi I perlu mendapat penjelasan dari Menhan khususnya soal di balik langkah sepihak Korsel menghentikan kerja sama pengadaan pesawat tempur KFX dari Korsel tersebut," ujar Agus.
Kata Agus, Komisi I melihat pembatalan kerja sama pengadaan KFX/IFX itu dampaknya tidak sederhana. "Kita mesti lihat apa akar permasalahan yang sesungguhnya. Apakah ada langkah embargo dari pemilik teknologi itu dalam hal ini AS? Seperti itu yang akan kita pelajari," jelasnya.
Agus menambahkan, hal lain yang perlu diungkap, apakah akibat pembatalan sepihak dari Korsel, akan berdampak pada kerja sama yang lainnya. Misak, pembuatan tiga kapal selam yang juga bekerja sama dengan Korsel. "Apakah ada penundaan-penundaan juga. Ini yang mesti kita pastikan dan bicarakan," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Tubagus Hasanuddin kepada JurnalParlemen, Selasa (14/5) mengatakan bahwa RI sudah membayar 70 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1,6 triliun untuk modal awal pembuatan pesawat tersebut. "Sehingga kalau pihak Korsel menghentikan sepihak produksi bersama pesawat KFX itu, jelas RI pihak yang telah dirugikan," ujarnya.
Kerja sama antara Indonesia dan Korsel untuk membangun pesawat super canggih KFX berlangsung sejak 2001. Proyek itu dibiayai bersama oleh Indonesia dan Korsel. Dalam proyek itu, pemerintah Indonesia diwajibkan menyetor sekitar 20 persen dari total dana yang dibutuhkan sekitar Rp 80 triliun.
Meski kecewa, Komisi I belum memberikan rekomendasi kepada Menteri
Pertahanan untuk menghentikan seluruh kerja sama Indonesia-Korsel di
bidang alutsista. Sempat ditengarai adanya intervensi AS dalam kerja
sama ini.
Komisi I DPR RI menyatakan kecewa terhadap langkah
sepihak Korea Selatan menunda kerja sama produksi pesawat tempur Korean Fighter
eXperiment (KFX). Kekecewaan itu disampaikan Komisi I saat rapat tertutup dengan
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Kompleks Parlemen Senayan, Senin
(20/5).
Pihak Korea Selatan menyatakan menunda proyek tersebut
selama 1,5 tahun. Bagi parlemen, setahun lebih bukanlah waktu yang pendek.
Komisi I menganggap penundaan itu sebagai
pemutusan kerja sama.
"Waktu penundaan 1,5 tahun terlalu lama. Hampir bisa
disebut sebagai pembatalan. Dalam raker Komisi I dengan Menhan, kami sampaikan
kekecewaan," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang Kartasasmita.
Agus mengungkapkan, sempat muncul pertanyaan tentang
kemungkinan adanya intervensi Amerika Serikat dalam penundaan proyek
Indonesia-Korsel tersebut. Sebab, teknologi KFX yang digunakan Korsel adalah
milik AS. Dalam raker hal ini pun dibahas. "Soal faktor negara ketiga boleh jadi
berpengaruh. Tapi yang penting bagaimana posisi Korsel sendiri, bukan negara
ketiga," kata politisi Golkar ini.
Meski kecewa, Komisi I belum memutuskan untuk
merekomendasikan penghentian seluruh kerja sama Indonesia-Korea Selatan di
bidang alutsista. Komisi I hanya memberi masukan bagi Menhan untuk merespons
hal ini dan mengutamakan martabat negara. Batal berikatan dengan Korsel, Indonesia bisa
menggandeng negara lain untuk pengembangan alustsista.
Selain merencanakan kerja sama produksi pesawat tempur,
Indonesia-Korsel mengikat diri untuk pengadaan tiga unit kapal selama. "Kita
harus melakukan antisipasi karena bisa juga kerja sama ini nasibnya seperti
rencana produksi pesawat KFX," katanya.
Sumber : Jurnamen
0 komentar:
Post a Comment