Tank Leopard 2A4 dan Marder TNI AD di Yonkav 8, Pasuruan
Created on Monday, 31 March 2014 12:52
(siaran pers Kementrian Pertahanan)
Jakarta:(DM) – Pemerintah terus mengupayakan peningkatan kekuatan
Alutsista TNI untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memodernisasi Alutsista TNI. Dalam rangka
modernisasi Alutsista TNI khususnya TNI Angkatan Darat, pada tahun 2012
pemerintah dan DPR telah sepakat untuk membeli Main Battle Tank (MBT)
Leopard produksi Jerman.
Proses
pembelian MBT Leopard telah melalui proses yang cukup panjang dengan
pendekatan proses bottom up dan top down. Proses bottom up dimulai
dengan kajian oleh pengguna yaitu satuan-satuan Kavaleri TNI Angkatan
Darat. Kajian tersebut meliputi analisis penggunaan MBT ditinjau dari
aspek teknis, taktis dan operasional.
Dari
aspek teknis, MBT Leopard memiliki keunggulan dalam desain teknologi
yakni besaran kaliber meriam sebesar 120 milimeter, jarak capai,
kemampuan penetrasi dan penghancurannya, stabilizer system, serta dan
armor protection. MBT Leopard juga memiliki keunggulan yang sangat
menentukan yaitu, kemampuan firing control system dan automatic target
tracking system yang sangat akurat, serta auto ammo loader guna
mempercepat daya tembaknya, thermal imaging sight, laser range finder,
dan balistik komputer.
Dari aspek
taktis, MBT Leopard telah memenuhi Ketentuan Standar Umum (KSU) Materiil
TNI AD dihadapkan dengan fungsi Satuan Kavaleri sebagai unsur
penggempur. Jika dilihat dari taktik pertempuran darat, tank Leopard
adalah tank yang terunggul di kelasnya. Keunggulan MBT Leopard adalah
pada kemampuan daya gerak, tembak, daya kejut dan daya hancurnya. Secara
taktis, MBT Leopard dapat digunakan di daerah perkotaan maupun di
perbukitan atau di daerah setengah tertutup. Meskipun beratnya mencapai
60 Ton, namun tekanan gandar yang ditumpukan ke permukaan hanya sekitar 8
kg/cm2. Hal ini dimungkinkan karena permukaan tumpu relatif luas.
Selain
itu, Tank ini juga tidak selalu mengandalkan jembatan yang ada, karena
setiap kompi dilengkapi dengan jembatan taktis yang bersifat portabel,
yang dapat digelar saat Tank harus melewati sungai kecil yang tidak ada
jembatan, atau kapasitas jembatannya tidak mampu menopang berat Tank
(misalnya jembatan dengan konstruksi bambu/kayu)
Dari
aspek operasional, antara lain MBT Leopard memiliki kemampuan mobilitas
untuk melintasi medan dengan kecepatan maksimal 70 km/jam. Adanya
ketersediaan dukungan logistik misalnya amunisi tidak ada masalah karena
akan ada dukungan Transfer of Technologi (TOT) pembuatan munisi kal.120
mm antara Rhienmetal dengan PT. Pindad, disamping itu adanya munisi
tipe baru yang dimiliki MBT Leopard yaitu DM-11(Dynamic Magnetic). Untuk
suku cadang juga tersedia sampai dengan 20 tahun kedepan, dan ada
jaminan sesuai dengan program TOT bersama PT. Pindad.
Selain
tiga aspek diatas, aspek geografi Indonesia juga menjadi pertimbangan
untuk menentukan pemilihan MBT Leopard yang beratnya 63 ton. Tank
Leopard dapat bergerak dan bermanuver dengan leluasa di wilayah
Indonesia dan untuk melewati jalan serta jembatan tidak menimbulkan
kerusakan. Penempatan MBT di Indonesia tidak ada masalah, sebagai contoh
negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand,
Laos, dan lain-lain yang memiliki geografi relatif sama dengan Indonesia
telah memiliki MBT.
Selain itu,
aspek TOT juga menjadi pertimbangan dalam pembelian MBT Leopard.
Rheimetal Jerman memberikan dukungan sepenuhnya berupa transfer
teknologi baik berupa pemeliharaan, operasional dan pengadaan amunisinya bersama PT Pindad, Bandung. Transfer teknologi merupakan salah satu
persyaratan pembelian Alutsista dari luar negeri untuk mewujudkan
kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
Sementara
itu dalam proses top down, pengadaan MBT Leopard dilakukan melalui
kajian dari aspek geopolitik, geostrategi, diplomasi dan kerja sama
militer. Dalam aspek geopolitik dan geostrategi, Kementerian Pertahanan
melakukan analisis keseimbangan kekuatan di kawasan, yang
memperhitungkan empat komponen kuatan yaitu diplomasi, informasi,
militer, ekonomi.
Ditinjau dari aspek
akuntabilitas, Kementerian Pertahanan juga membentuk Tim Evaluasi
Pengadaan yang bertugas mengevaluasi proses pengadaan suatu barang yang
akan dibeli. Dalam tugasnya, Tim Evaluasi Pengadaan mengevaluasi apakah
suatu proses pengadaan telah mematuhi peraturan yang berlaku. Selain
itu, Tim ini juga bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan strategis kepada Menteri Pertahanan.
Setelah
semua proses pengadaan selesai, tidak serta merta pembelian dapat
dilakukan. Meskipun kontrak telah ditandatangani, namun tidak akan
efektif sebelum mendapat persetujuan dari DPR. Artinya pengawasan itu
berlapis, internal pemerintah, antar kementerian, dan pengawasan DPR.
Setiap
pengadaan Alutsista juga diawasi oleh High Level Committee (HLC) yang
dipimpin oleh Wamenhan. HLC bertugas untuk mengendalikan dan mengawasi
mulai dari perencanaan pembiayaan sampai dengan kegiatan pengadaan
Alutsista. Selain itu, dibentuk pula Tim Konsultasi Pencegahan
Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa yang terdiri dari Itjen Kemhan,
Itjen Mabes TNI, Itjen Mabes Angkatan, BPKP dan LKPP.
Dengan
demikian, pengadaan MBT Leopard sudah melalui proses yang panjang dan
sangat ketat, sehingga kecil kemungkinan terjadinya penyelewengan dan
kebocoran anggaran. Selain itu, pengadaan Alutsista TNI, termasuk MBT
Leopard dilakukan tanpa perantara. Saat ini, pengadaan Alutsista TNI
menggunakan model G to G atau G to B tidak melibatkan broker atau pihak
ketiga. Kementerian Pertahanan juga telah mempersilakan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau proses pengadaan MBT Leopard.
0 komentar:
Post a Comment