Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Militer Negara Sahabat

05 November 2014

Krisis Crimea, Sebuah Analisis

11:19 PM Posted by Unknown No comments
Ditulis oleh: Bapak Besar
Reunifikasi Crimea dengan Rusia terjadi pada 17 Maret silam, menyusul adanya referendum dimana 96,8 persen rakyat Crimea mendukung penggabungan kembali wilayah tersebut dengan Rusia. Pada 21 Maret lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dokumen resmi menjadi sebuah undang-undang, sehingga sejak saat itu Crimea resmi menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Rusia.


image

UKRAINA:(DM) - Krisis Crimea ini diawali dengan terjadinya Revolusi Ukraina pada awal tahun 2014 yang berpusat di semenanjung Krimea – Ukraina, dimana lebih dari setengah penduduknya adalah etnis Rusia. Pada bulan Februari 2014, pemerintah nasional pro-Rusia di Ukraina digulingkan dan diganti dengan pemerintahan yang menginginkan hubungan lebih dekat dengan Uni Eropa. Ketegangan meningkat antara yang pro-Eropa dan gerakan rakyat anti-maidan pro-Rusia. Media Rusia saat itu memberitakan bahwa pemerintah Ukraina baru sebagai “fasis” dan “anti-Rusia”.


Semenanjung Crimea sendiri merupakan wilayah Rusia yang menjadi pangkalan armada Laut Hitam sejak abad ke-18. Pada tahun 1954 Crimea “dihadiahkan” kepada Ukraina oleh pemimpin Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev. Walaupun bagian dari wilayah Ukraina, Crimea merupakan daerah dengan penduduk mayoritas etnis Russia, yang juga menggunakan bahasa Russia sebagai bahasa keseharian. Semenjak kejatuhan Uni Sovyet, daerah ini menjadi sebuah republik otonomi di bawah wilayah Ukraina. Sejak bergulirnya referendum 17 Maret 2014 Crimea berada di bawah kendali Rusia, walaupun hal ini tidak diakui oleh Amerika dan sekutunya.

Proses bergabungnya Crimea kedalam wilayah Russia ini sendiiri merupakan proses yang menarik untuk dicermati secara politik, ekonomi dan militer. Bagaimana bekas sebuah negara besar yang pernah terpuruk namun bangkit kembali, untuk selanjutnya berhasil melepaskan diri dari hegemoni Amerika dan sekutunya yang bisa dikatakan hampir tidak bisa dikalahkan.

Semenjak naiknya Geroge Bush Junior memegang tampuk pemerintahan, pada saat itulah diunia dijejali oleh sepak terjang negara yang menganggap dirinya “polisi dunia” dalam memerangi negara-negara yang diproklamirkan sebagai poros setan (the axis of evil), Berbagai kehancuran melanda negara-negara di berbagai belahan dunia yang dituduh memiiliki senjata pemusnah massal, pelanggaran demokrasi sampai pada pelanggaran hak azasi manusia,.Banyak penguasa di berbagai negara yang mengalami nasib tragis dan negaranya hancur luluh lantak.

Semenjak kejatuhan Uni Sovyet pada pasca perang dingin, pihak Barat berhasrat untuk mengajak negara-negara bekas Uni Sovyet dan bekas anggota Pakta Warsawa untuk bergabung dengan NATO, minimal mereka berpihak kepada barat dan menafikan serta menjauhkan diri dari Russia. Salah satunya adalah Ukraina, yang merupakan halaman belakang masuk ke wilayah Russia.

Pengunduran diri “secara paksa” mantan Presiden Victor Yanukovych dari tampuk pemerintahan, akibat dipecat oleh parlemen Ukraina. Hal ini terjadi berkaitan dengan keputusan Yanukovych menolak perjanjian dagang dengan Uni Eropa dan memilih hubungan yang lebih erat dengan pemerintah di Moskow. Krisis di Ukraina ini dikenal dengan nama “Operasi Oranye”.

image
Illustration 1: Kedatangan pasukan tanpa atribut ke Crimea

Hal ini merupakan skenario politik yang sudah dirancang secara matang oleh pihak Barat, dengan cara pengerahan massa terutama mahasiswa yang selama ini “lazim” digunakan dalam operasi “Arab Spring” dan juga digunakan dalam menjatuhkan mantan Presiden Suharto dalam krisis ’98. Dalam hal kejatuhan Suharto tampak bahwa sejarah berulang dalam bentuk yang berbeda, dimana dulu Suharto menjatuhkan Sukarno dengan demo mahasiswa juga yang tentunya dibackup Amerika dan Inggris, namun pada tahun 1998 juga dijatuhkan dengan cara yang sama.

Namun ada beberapa hal yang luput dari perhatian pihak Barat, dimana secara diam-diam pemerintah Russia mengerahkan pasukan elit (ditengarai dari unit Spetsnaz). Mereka masuk secara diam-diam ke wilayah Ukraina melalui Crimea. Pasukan khusus ini kemudian membaur dengan para pembangkang Crimea, yang kemudian mengobarkan pemisahan diri dari Ukraina.

Kedatangan pasukan elite Russia ini mendapatkan sambutan secara hangat dari penduduk Crimea, karena selain mereka datang dengan diam-diam mereka juga membaur dengan penduduk setempat dan ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan. Sehingga oleh beberapa media, mereka dijuluki tentara Russia yang simpatik.

image
Illustration 2: Pasukan tidak beratribut yang ditengarai merupakan unit Special Forces Russia tampak sedang membaur dengan penduduk Crimea.

Bisa ditebak dalam kejadian selanjutnya dimana terjadi peperangan secara sporadis, antara pihak pembangkang Crimea yang dibantu secara langsung oleh Russia melawan tentara Ukraina yang dibantu oleh Barat. Bantuan dari Barat pun tidak darang serta-merta namun mereka datang belakangan. Dari sini terlihat bahwa pihak Barat tidak memperhitungkan eskalasi konflik Ukraina, yang berubah secara drastis menjadi konflik senjata.

Pihak Ukraina yang dibantu Barat yang datang dengan terlambat tidak bisa berbuat banyak, karena skenario peperangan sudah dipersiapkan secara matang oleh pihak Russia. Bahkan kapal-kapal perang Ukrainan pun tidak bisa memberikan dukungan karena pihak Russia sudah bertindak terlebih dahulu. Armada Laut Hitam Rusia saat itu sudah memblokade kapal-kapal perang Ukraina dengan cara menenggelamkan sebuah kapal anti-kapal selam di pintu masuk ke pelabuhan kapal-kapal Ukraina itu di Crimea. Dengan demikian, secara otomatis armada kapal perang Ukraina secara teknis sudah dilumpuhkan terlebih dahulu, bahkan tanpa merusak kapal-kapal tersebut sedikitpun. Sebuah strategi yang sangat matang dan jenius.

Hingga saat ini pertempuran masih berlangsung dengan sengit, dengan menelan korban lebih dari tiga ribu orang dari kedua belah pihak. Walaupun peperangan ini masih berlangsung, namun yang aneh adalah media tidak memberitakan dengan gencar seperti halnya virus ebola atau pun kegiatan ISIL yang berlangsung di Arab. Ini juga merupakan bentuk perang media gaya baru yang berlangsung sampai saat ini.

image
Illustration 3: Kapal perang Russia yang sengaja ditenggelamkan di Laut Hitam untuk membendung gerak laju kapal perang Ukraina

Russia mendapat sanksi-sanksi dari Barat
Akibat dari rangkaian kejadian ini, akhirnya pihak Barat memberikan sanksi-sanksi ekonomi “secara hati-hati” dan terbatas kepada Russia. Hal ini dimaksudkan agar Russia bisa terpukul secara telak namun “dengan santun”. Sanksi-sanksi pertama diberikan kepada Putin dan orang-orang terdekat dan perusahaan-perusahaan yang notabene merupakan perusahaan besar, perusahaan negara dan perusahaan-perusahaan milik kroni-kroni Putin. Pemberian sanksi-sanksi ini meliputi:

• larangan bepergian kepada orang-orang terdekat Vladimir Putin (visa / travel ban),
• pemblokiran kartu kredit (Visa / Master Card) terhadap Putin dan orang-orang terdekatnya,
• penolakan pemberian kredit luar negeri bagi perusahaan besar seperti Gazprom dan perusahaan-perusahaan yang berkecimpung di bidang keuangan.

• larangan export teknologi tinggi dan militer dari Barat ke Russia sampai dengan,,
• pembekuan aset-aset orang-rang terdekat dan perusahaan-perusahaan Russia di wilayah Eropa dan Amerika.
Mengeluarkan Russia dari kelompok negara-negara industri G-8.

image


Secara ekonomi dan teknologi, hal ini bisa berarti “kiamat ekonomi” bagi Russia, dimana sanksi-sanski ekonomi bisa melumpuhkan kegiatan perekonomian Russia serta menghentikan secara sepihak pasokan mesin-mesin berteknologi tinggi ke Russia.

Tanggapan Russia atas sanksi-sanksi dari Barat
Menghadapi sanksi-sanksi dari Barat ini Putin pun tidak tinggal diam, ada beberapa solusi dalam berkelit dari Barat, bahkan juga bisa melakukan tindakan balasan secara siknifikan. Beberapa tindakan tersebut antara lain sebagai berikut:

image


• Merangkul China dalam hal penjualan gas dan teknologi militer
• Mengenakan denda / tarif operasional perusahaan yang sangat tinggi kepada Master Card / Visa di Russia.

image


• Memberlakukan Union Pay sebagai kartu kredit pelengkap Master Card / Visa
• Memberlakukan penggunaan Rubel dan Yuan daam perdagangan internasional Russia.
• Pelarangan import bahan makanan dari Uni Eropa dan Amerika, termasuk penutupan operasional makanan cepat saji Amerika di Russia.
• Pelarangan eksport teknologi tinggi dan militer ke Amerika dan Eropa, termasuk di antaranya pengiriman mesin-mesin roket yang selama ini digunakan oleh Amerika merupakan buatan Russia.
• Menaikkan harga gas bumi dari Russia ke negara-negara Eropa, bilamana tidak Russia mengancam akan memutuskan pasokan gas ke negara-negara Eropa.
• Memblokir pasokan gas ke Ukraina selama belum dibayar, selama ini Ukraina menikmati fasilitas subsidi gas dari Russia.
• Mengalihkan perdagangan ke Asia yang dinilai lebih menarik dan tidak terkait dengan kebijakan embargo dari Amerika dan sekutunya.

image


• Menuntut Perancis untuk menyerahkan kapal Mistral dengan tepat waktu, bilamana Perancis ingkar janji akan dituntut untuk membayar denda yang tidak mungkin untuk ditanggung oleh Perancis sendirian. Selain itu Russia juga hanya akan melakukan pelunasan setelah kedua kapal tersebut sampai di Russia. Sebagaimana diketahui Russia telah memesan kapal Mistral senilai USD 1, 53 milyard dari Perancis. Proyek ini memungkinkan Perancis untuk bisa menghidupi sekitar seribu tenaga kerja dan menghindarkan perusahaan terkait dari kebangkrutan akibat resesi yang melanda Eropa.

Akibat tindakan balasan dari Russia ini, kedua belah pihak mengalami kerugian yang sama-sama berat untuk ditanggung. Di pihak russia terjadi kenaikan laju inflasi sampai dengan 1,5%. Selain itu juga penurunan laju ekonomi akibat embargo ekonomi yang diterapkan negara-negara Barat. Selain itu, pasokan komponen-komponen teknologi tinggi dari Eropa untuk pengembangan infrastruktur gas Russia juga mengalami jalan buntu.

Di lain pihak, negara-negara Barat pun menderita kerugian ekonomi yang cukup menonjol. Diperkirakan sekitar 25 ribu orang menganggur akibat larangan eksport bahan makanan ke Russia. Perancis sendiri terancam secara ekonomi akibat denda yang harus dibayarkan kepada Russia, jika melakukan wan prestasi atas penyerahan kapal Mistral kepada Russia. Selain itu program angkasa luar Amerika diperkirakan akan segera terhenti bilamana Russia menghentikan pasokan mesin-mesin roket kepada Amerika.

Dilihat dari sisi ekonomi, posisi antara Russia dan Barat bisa dikatakan berimbang, dalam arti sama-sama rugi, namun Russia lebih cerdik dengan menggandeng China dan membentuk kelompok ekonomi yang tergabung dalam BRIC. Selain itu, Russia juga berhasil menyerang Amerika secara telak dengan memberlakukan rubel dan Yuan sebagai mata uang resmi dalam perdagangan internasional.

Bila dilihat secara militer dan politk, Russia selalu berada selangkah di depan negara-negara Barat dengan beberapa poin kemenangan yang diraih. Seperti tidak adanya dukungan militer yang memadai bagi Ukraina dalam menghadapi pemberontak Crimea, apa lagi jalur kapal perang di laut Baltik berhasil dipotong oleh Russia. Namun keberhasilan ini sempat “ternoda” dengan kejatuhan pesawat Malaysia MH 17 di perbatasan antara Crimea dan Ukraina. Ini merupakan berkah yang tidak disangka-sangka oleh negara Barat. Bisa dikatakan “blessing in disguise” bagi pihak Barat dalam melakukan perlawanan terhadap Russia secara politik. Entah dengan cara bagaimana, namun Russia bisa berkilah dari tuduhan menembak pesawat Malaysia tersebut baik secara langsung maupun tidak. Bahkan Russia menuduh Ukraina bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat MH 17.

Selain merangkul China dan berpaling ke Asia, Russia sekarang menyadari pentingnya pencitraan melalui media massa. Untuk itulah, Russia modern sekarang banyak menggunakan media massa lokal dan media asing yang bersimpati dengan Russia untuk memberitakan citra Russia di internasional.

Sebut saja, Pravda edisi Inggris, RBTH indonesia, TASS edisi Inggris yang aktif dalam mencitrakan Russia di luar negeri, mulai dari pandangan Russia terhadap “ketidak adilan” yang dilakukan oleh pihak Barat, solusi dan ajakan Russia dalam menghadapi hegemoni pihak Barat, bahkan sampai pada fashion dan resep masakan dapur Russia pun disodorkan dalam pemberitaan sehari-hari. Hal ini untuk mengubah pencitraan Russia, yang dulu di masa Uni Sovyet dikenal sebagai negara yang menakutkan, dingin, tanpa senyum sama sekali menjadi negara yang masyarakatnya terbuka dan ramah terhadap pendatang.

Terlepas dari permasalahan siapa yang benar atau pun yang lebih berhak, kasus Crimea sebenarnya merupakan sebuah kesalahan perhitungan intelejen pihak Barat (Amerika dan sekutunya), yang dari awal berusaha menekan dan mengisolasi Russia dari bekas sekutu Uni Sovyet.

Alih-alih mengeliminasi bangkitnya Uni Sovyet dan mengisolasi Russia dari pergaulan dunia internasional, justru membuat si beruang merah bangun dari tidurnya yang panjang dan tumbuh menjadi negara besar yang bisa mengimbangi pengaruh Amerika dan sekutunya.

Keinginan Amerika untuk membentuk dunia unipolar tanpa syarat apa pun dan tanpa pengimbang telah gagal total dengan semakin kuatnya pengaruh Russia dalam pergaulan internasional. Operasi intelejen yang digelar Amerika di Arab, (Arab Spring) Eropa Timur (Oranye), Amerika latin dan sebentar lagi di Asia Tenggara tersandung dengan langkah-langkah catur yang diambil oleh Russia, dengan dukungan dari China dan negara-negara yang sudah jenuh dengan sepak terjang Amerika dan negara-negara Barat dalam melakukan “penjajahan terselubung” terhadap negara-negara dunia ketiga. Konsep The New World Order mengalami penyesuaian baru dengan adanya variabel X yang tidak diperhitungkan sebelumnya.

image


Bagi Indonesia sendiri hal ini merupakan suatu moment baru untuk bisa meraih kejayaan seperti pada jaman Majapahit. Kita ingat dahulu Presiden Suharto naik tahta dengan memanfaatkan kondisi perang dingin antara Barat dengan Timur. Sekarang merupakan suatu kesempatan untuk menjalankan langkah baru dalam menyikapi perang dingin versi baru. Bisakah kita memanfaatkan momen ini ataukah kita yang akan menjadi korban baru, hanya waktu yang bisa menjawab.
Diambil dari berbagai sumber, termasuk:
• Pravda.ru,
• RBTH,
• Hendrajit, “Krisis Politik di Ukraina” , Global Future Institute
,
• Wikipedia,
• Kompas Online,
• BBC Indonesia,
• Okezone.com,
• Deutsce Welle Indonesia.
* Tidak mewakili kepentingan Russia, hanya memberikan sebuah analisa semata

jkgr

0 komentar:

Post a Comment