- Indonesia berencana membeli pesawat tempur Sukhoi SU-35 untuk menggantikan F-5 Tiger. Pesawat ini merupakan salah satu jet tempur terbaik buatan Rusia. Sementara F-5 merupakan jet tempur buatan Amerika Serikat.
Sukhoi SU-35 jarang ditampilkan ke publik. Tapi beberapa penampilannya di Airshow International membuat kaget pilot-pilot AS dan sekutunya.
Pada 2012, pemerintah Indonesia memilih membeli jet tempur F-16 bikinan Amerika Serikat ketimbang membeli jet tempur Sukhoi bikinan Rusia. Buatan Amerika Serikat atau buatan Rusia, pesawat tempur produksi dua negara pernah terlibat perang dingin tersebut sama-sama memiliki keunggulan. Lantas, mana yang selayaknya dipilih oleh Indonesia untuk menjaga keutuhan NKRI?
Pengamat Militer Universitas Padjajaran, Muradi mengatakan, pesawat tempur buatan Amerika Serikat maupun buatan Rusia, masing-masing memiliki kelebihan. Sukhoi buatan Rusia memiliki kemampuan manuver vertikal. Namun, Indonesia terbiasa dengan F-16 buatan Amerika Serikat.
F-16 sendiri sudah berkali-kali mengalami kecelakaan. Insiden F-16 baru-baru ini terjadi pada Rabu (24/6) di Lanud Iswajuhdi, Madiun, Jawa Timur di mana F-16 mengalami kecelakaan saat melakukan pendaratan usai melaksanakan latihan terbang. Sebelumnya, pada 16 April 2015, F-16 terbakar di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Bodi pesawat terbakar habis, dan pilot mengalami luka bakar cukup parah.
Menurut Muradi, kualitas F-16 tidak akan seburuk itu apabila pemerintah menggunakan F-16 anyar. "F-16 yang kita pakai itu kan sudah dipakai 20 tahun lebih oleh Amerika, kondisinya juga pasti berbeda. Itu kan pesawat hibah," kata Muradi kepada merdeka.com, Kamis (25/6).
Muradi menyarankan pemerintah untuk berhenti menggunakan pesawat hibah meski dari sisi harga jauh lebih murah. "Perbandingannya itu kalau beli baru dapat 1 kalau hibah dapat 4. Jadi menurut saya, sudah berhenti dapat hibah, tahun 2017 hibah sudah berenti, (pemerintah) beli pesawat (tempur) baru," tegasnya.
Namun, secara pribadi, Muradi lebih memilih pesawat buatan Rusia ketimbang pesawat buatan Amerika Serikat. "Kalau saya lebih nyaman pakai kita pakai Sukhoi, secara teknologi lebih bagus, bisa manuver vertikal. Indonesia kan banyak gunung, jadi ketika ketemu gunung, manuver bisa lebih cepat. Tapi sukhoi itu maintenance memang mahal. Kalau soal suku cadang suku cadang bisa di kanibal ya nyaman F-16, tapi harus baru, kalau enggak problem akan sama," ungkapnya.
Sementara itu, pengamat pertahanan Anton Aliabbas menilai, rencana pemerintah membeli SU-35 untuk menggantikan F-5 yang sudah uzur dimaksudkan untuk menimbulkan efek gentar (deterrence effect). Tentu saja ini berkaitan dengan seringnya pesawat asing melintas wilayah Indonesia tanpa izin.
Namun Anton meminta pemerintah untuk berkaca pada pembelian SU-32 pada tahun 2011. "Pertama, presiden harus dapat memastikan tidak adanya pihak ketiga yang terlibat dalam pengadaan ini. Sebab, pada pembelian lalu masih ada keterlibatan broker dalam pembelian 6 Sukhoi," tutur kandidat doktor bidang pertahanan dan keamanan, Cranfield University, Inggris ini.
Yang kedua, lanjut Anton, pemerintah harus secara transparan mempublikasikan harga per unit dan nominal kontrak untuk membeli 12 unit Sukhoi tersebut. "Hal ini untuk menghindari terjadinya mark up dan memudahkan publik untuk membandingkan harga unit Sukhoi," jelas Anton.
Hal ketiga, Anton mengatakan, Presiden Joko Widodo juga harus memastikan bahwa pembelian unit SU-35 sudah full equipped alias dipersenjatai. "Belajar dari pengadaan sebelumnya, pengadaan senjata untuk Sukhoi kerap dilakukan terpisah. Dengan kata lain, yang kita beli hanyalah unit yang tidak dilengkapi senjata," imbuhnya.
Terakhir, pemerintah harus melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) untuk mengawasi megaproyek ini mengingat nilainya yang pasti sangat besar. "Kelima, seyogyanya pembelian SU-35 ini melibatkan PT DI untuk transfer of technology. Apalagi, memang sudah amanat dari UU Industri Pertahanan waktu pembelian F-16, pelibatan PT DI kurang optimal begitu juga soal KFX karena kita sudah pernah beli 16 Sukhoi dari Rusia dan kini mau beli lagi. Saatnya pelibatan PT DI lebih dimaksimalkan," paparnya.
Anton juga menilai, rencana pemerintah membeli Sukhoi ketimbang pesawat buatan Amerika Serikat, tentu saja menaikkan posisi tawar Indonesia. "Rencana beli ini tentu saja akan menaikkan posisi tawar pemerintah di era Jokowi ini, banyak negara yang kemudian memang menaruh perhatian lebih pada Indonesia, apalagi pemerintah punya niatan menaikkan anggaran pertahanan hingga 2 kali lipat," tutup Anton.
Merdeka
0 komentar:
Post a Comment