(MDN), Senayan - Hibah empat unit
pesawat Hercules C 130 yang diterima Presiden SBY dalam kunjungannya di
Australia hingga kini belum mendapat persetujuan DPR
RI. Padahal sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat 1 UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, hibah semacam itu mesti disetujui DPR.
Wakil Ketua Komisi I DPR
RI Tubagus Hasanuddin mengaku heran dengan keputusan pemerintah
menerima hibah tersebut. Sebab, empat unit pesawat yang akan dihibahkan
oleh Australia kondisinya tidak laik terbang sehingga perlu biaya
perbaikan sebesar 60 juta dollar AS atau 15 juta dollar AS per unit.
Sementara dalam waktu bersamaan, Australia juga menawarkan enam unit
pesawat sejenis yang laik terbang dengan total harga 90 juta dollar AS
atau rata-rata 15 juta dollar AS per unit.
"Artinya, harga jual dan harga hibah sama. Dengan uang 150 juta
dollar AS sebaiknya kita membeli saja Hercules baru sebanyak lima unit,"
kata Tubagus Hasanuddin melalui pesan singkat, Jumat (6/7). Pembelian
pesawat baru diyakini bakal menghemat biaya pemeliharaan. Pesawat baru
juga relatif lebih aman karena jam terbangnya masih rendah.
Di sisi lain Indonesia juga mendapatkan penawaran dari Korea Selatan untuk diberi hibah pesawat F5 yang sudah "grounded" alias dilarang
terbang.
Menurut Hasanuddin, hibah seperti ini sangat tidak efisien dan
ujungnya hanya akan jadi beban bagi TNI. Pensiunan militer ini
mencontohkan hibah kapal tempur dari eks Angkatan Laut Jerman Timur.
Puluhan unit kapal tempur itu sama sekali tidak memperkuat armada TNI
AL. Sebaliknya, justru jadi beban karena biaya angkut dari Jerman dan
perawatannya terbilang besar.
"Saya berharap agar pembelian rongsokan alutsista dengan uang rakyat seperti ini segera dihentikan," ujarnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
sama saja goblok satunya 15 juta dollar, DPR ini maunya apa beli baru pemborosan, beli seken dikatakan rongsokan, tidak punya komplain,. Aneh bin ajaib.
ReplyDelete