Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Militer Negara Sahabat

09 April 2013

China dan Rusia Mulai Gerah dengan Krisis Korea

1:14 PM Posted by Unknown No comments
Rudal Korea Utara
Rudal Korea Utara
Pernyataan Presiden China sangat keras terkait Korea Utara.
BEIJING:(DM) - Ketegangan di Semenanjung Korea belum kendur sejak Korea Utara versus Amerika Serikat dan Korea Selatan saling melontar ancaman dalam beberapa pekan terakhir. Kini ketegangan itu sudah membuat gundah pemimpin China dan membuat khawatir petinggi Rusia, yang menganggap Tragedi Chernobyl bakal tidak ada apa-apanya ketimbang perang nuklir yang bisa tersulut dari konflik seperti di Semenanjung Korea. 

China, raksasa ekonomi yang juga punya senjata nuklir, sebelumnya bersikap kalem. Sebagai sekutu terdekat Korut, China selalu melontarkan pernyataan yang membela rezim di Pyongyang. Namun, kali ini, Beijing juga mulai ikut "kesal" melihat sepak-terjang Kim Jong-un dan para jenderalnya yang membuat situasi tambah panas.

Presiden baru China, Xi Jinping, baru-baru ini mengingatkan bahwa komunitas internasional harus mengedepankan keamanan yang komprehensif, bersama, dan kooperatif demi mengubah "desa global" ini menjadi panggung besar bagi pembangunan bersama, ketimbang sebagai arena tempat para gladiator saling berkelahi.


"Tidak ada satu pun yang boleh membawa satu kawasan dan bahkan seluruh dunia kepada kekacauan untuk kepentingan-kepentingannya sendiri," kata Xi saat membuka Forum Boao di provinsi Hainan Minggu kemarin. Disebut-sebut sebagai tandingan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Forum Boao ini merupakan ajang yang mempertemukan para negarawan terkemuka dunia dan kalangan pebisnis papan atas tingkat global.

"Ketika mengejar kepentingannya, suatu negara hendaknya menghormati kepentingan pihak-pihak lain," lanjut Presiden Xi dalam pidato berbahasa Mandarin yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dan dimuat di laman resmi Forum Boao.   

Dalam pidatonya, pemimpin baru China itu tidak menyebut negara tertentu, seperti Korut. Ini sesuai dengan ciri "politik santun" ala pemimpin China, yang tidak secara eksplisit menyebut nama figur atau negara dalam pidato di depan publik saat menyampaikan kritik.

Namun, kalangan pengamat dan koresponden media massa Barat di China, seperti CNN dan BBC. yakin bahwa kutipan dari pidato Xi ini juga ikut mengritik Korut. Tidak hanya Presiden Xi, Menteri Luar Negeri Wang Yi juga ikut menyindir tetangga dekat China di sebelah timur itu.

Wang mengutarakannya saat berbicara melalui telepon dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, Ban Ki-moon, pada Sabtu malam waktu setempat. "Kami menentang berbagai ucapan dan tindakan dari pihak manapun di kawasan dan tidak akan membiarkan masalah di pintu depan China," kata Wang, dalam percakapan dengan Sekjen PBB yang dimuat oleh laman Kementerian Luar Negeri China dan dipantau kantor berita Reuters.

Esok harinya, Kemlu China pun mengungkapkan "keprihatinan yang serius" atas meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea. Kemlu China mengungkapkan bahwa Beijing telah meminta Korut untuk menjamin keselamatan para diplomat China di Korea Utara, sesuai dengan Konvensi Wina dan hukum serta norma internasional. Kedutaan Besar China di Pyongyang, lanjut Kemlu, "diyakini" tetap beroperasi seperti biasa di sana.

Pernyataan-pernyataan itu memang terkesan santun dan sangat implisit. Namun Mantan Duta Besar AS untuk China, Jon Huntsman, menilai pernyataan-pernyataan para pejabat China itu belum pernah terjadi sebelumnya atas isu yang menyangkut Korea Utara.

"Setelah menyaksikan reaksi kekecewaan kalangan pimpinan China dalam beberapa tahun terakhir, kemungkinan yang baru-baru lalu itu merupakan yang paling keras saat terkait Korea Utara," kata Hunstman kepada stasiun berita CNN Minggu kemarin.     

Walau selama ini membela Korut, China pun bagi kalangan pengamat, juga berupaya agar tidak terjadi perang besar. Masalahnya, China bakal turut repot dengan antisipasi banjir pengungsi dari Korut dan tidak mau nuklir tidak terawasi di sana. 

"China sudah mencapai kesimpulan bahwa Korut sudah menjadi beban dan perlu ada langkah-langkah untuk mengatasinya," kata Paul Haenle, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional AS urusan China dan pernah mewakili Gedung Putih dalam Perundingan Enam Pihak yang sudah terhenti beberapa tahun lalu.

"Namun saya pikir kita tidak akan melihat pergerakan dramatis [dari China] dalam sekejap dan juga tidak akan pengumuman soal itu. Ini akan terjadi secara bertahap dan berlangsung di balik layar," lanjut Haenle seperti dikutip Reuters. 

Kecewa
Belum ada pernyataan resmi dari Gedung Putih soal pernyataan dari Beijing yang "lebih keras" dari biasanya terkait Korut. Namun kalangan politisi AS sudah kadung kecewa dengan China.

Bagi Senator John McCain dari Komite Senat Urusan Dinas Bersenjata AS, langkah China terbilang lambat atas ketegangan yang bisa saja menimbulkan bencana. Menurut McCain, Beijing seharusnya bisa meningkatkan tekanan kepada Pyongyang agar tidak seenaknya melontarkan pernyataan yang provokatif mengingat ekonomi Korut belakangan ini bergantung kepada China di tengah berbagai embargo dan sanksi dagang internasional.

"Perilaku China sudah sangat mengecewakan," kata McCain dalam acara dialog "Face the Nation" di stasiun berita CBS. "Lebih dari sekali peperangan dimulai dari kecelakaan dan ini sudah menjadi situasi yang sangat serius," kata McCain, yang merupakan politisi senior Partai Republik yang beroposisi dan kalah dari Barack Obama dalam Pemilu 2008. 

Chuck Schumer, senator berpengaruh dari Partai Demokrat, tidak biasanya sepaham dengan penilaian politisi Partai Republik itu soal isu Korut. Senator Lindsey Graham dari Partai Republik menilai China juga harus disalahkan atas ketegangan di Semenanjung Korea.

Menurut Graham, China selama ini dipandang memberi ruang kepada "rezim gila" di Korut karena pertimbangan strategis. Kepada stasiun berita NBC Graham menilai China tampaknya khawatir bila reunifikasi terjadi, Korea yang bersatu dan demokrat bisa menjadi ancaman bagi mereka, maka dipeliharalah rezim Kim Jong-un, yang bisa memimpin hanya karena mewarisi kekuasaan turun-temurun dari ayah dan kakeknya.     
 
Komentar Putin
Seperti China, awal pekan ini pemimpin Rusia pun mulai menyuarakan kekhawatiran atas ketegangan di Semenanjung Korea. Presiden Vladimir Putin mengatakan bahwa konflik yang melibatkan nuklir kali ini bisa membuat situasi lebih parah dari kebocoran reaktor nuklir Chernobyl pada 1986.

Bahkan, tragedi Chernobyl yang merenggut banyak jiwa bisa-bisa dianggap hanya "cerita kecil" ketimbang perang nuklir, yang membayangi ketegangan di Semenanjung Korea.

"Saya tidak mau menutup-nutupi. Kami khawatir atas eskalasi di Semenanjung Korea, karena kami bertetangga [dengan Korut]," kata Putin dalam jumpa pers bersama Kanselir Jerman, Angela Merkel, di Kota Hanover Senin waktu setempat.

"Dan, semoga saja tidak, bila sesuatu terjadi, Chernobyl yang kita semua tahu tentang tragedi itu mungkin hanya akan seperti cerita anak kecil. Jadi apakah ada ancaman seperti itu atau tidak? Saya rasa ada," kata Putin seperti dikutip Reuters. 

Maka, dia mendesak setiap pihak yang bertikai untuk meredakan ketegangan. "Mulailah menyelesaikan masalah-masalah yang menumpuk selama bertahun-tahun di meja perundingan," kata Putin.

0 komentar:

Post a Comment