Seorang warga berjalan di tengah reruntuhan gedung yang hancur akibat
perang saudara di kota Aleppo, Suriah, Rabu (10/4). Salah satu kelompok
milisi oposisi, Front Al-Nusra, menyatakan janji setia kepada pemimpin
jaringan militan Al Qaeda, yang membuat penyelesaian konflik di Suriah
semakin rumit.
KAIRO:(DM) - Arab Saudi dan Jordania dikabarkan telah sepakat untuk melatih Tentara Pembebasan Suriah (FSA), sayap militer kubu oposisi di Suriah yang berhaluan moderat, dan mengirim senjata ke pihak oposisi di Provinsi Deraa, Suriah selatan.
Demikian diberitakan harian Al Quds Al Arabi edisi Selasa (16/4), seperti dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir.
Misi anggota FSA di bawah asuhan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) itu tidak hanya untuk menghadapi pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad, tetapi juga menghadang kelompok militan Front Al-Nusra yang makin kuat pengaruhnya akhir-akhir ini.
Jordania disebut mendapatkan imbalan bantuan 1 miliar dollar AS dari Arab Saudi atas kerja sama tersebut. Bantuan itu, bagi Jordania, sangat penting karena negara itu kini dililit utang hingga 20 miliar dollar AS dan defisit anggaran belanja mencapai 2 miliar dollar AS.
Beban Jordania saat ini terus bertambah dengan mengalirnya pengungsi asal Suriah ke negara itu. Tercatat hampir 500.000 pengungsi Suriah kini berada di Jordania.
Perdana Menteri (PM) Jordania Abdullah Ensour sering menegaskan, krisis Suriah merupakan ancaman terhadap keamanan dan stabilitas Jordania. Para pejabat Jordania belakangan ini juga melihat, semakin kuatnya pengaruh Al-Nusra di Suriah merupakan ancaman terhadap keamanan Jordania dan kekuasaan Raja Abdullah II.
Para pengambil keputusan di Jordania berpandangan, berlarut-larutnya krisis di Suriah hanya akan memperkuat pengaruh Front Al-Nusra. Sebaliknya, jika krisis Suriah cepat selesai, hal itu akan membantu kekuatan moderat memegang kendali di negara tersebut.
Itu sebabnya Jordania memutuskan membuka perbatasannya bagi penyaluran senjata ringan dan menengah ke Provinsi Deraa di Suriah selatan. Senjata itu disebutkan dibeli dari Kroasia di bawah pengawasan CIA dengan dana Arab Saudi.
Mengundang protes
Sebelumnya, Front Al-Nusra telah menobatkan pemimpin Al Qaeda, Ayman al-Zawahiri, sebagai pemimpin mereka. Tindakan tersebut mengundang protes dari berbagai kelompok oposisi di Suriah, termasuk dari kalangan Islamis. AS telah memasukkan Front Al-Nusra sebagai organisasi teroris.
Ketua Koalisi Nasional Suriah (NC) yang telah mengundurkan diri, Moaz al-Khatib, menyerukan agar Front Al-Nusra memutus hubungan dengan Al Qaeda.
Di sela-sela konferensi ”Islam dan Keadilan Transisi di Suriah” yang digelar di Istanbul, Turki, Selasa, Khatib menegaskan, gerakan revolusi Suriah menolak keras paham dan keterlibatan Al Qaeda.
Salah satu pemimpin Ikhwanul Muslimin (IM) di Suriah, Riyadh Syaqfa, juga meminta Al-Nusra menghormati kebersamaan perjuangan dan mengadopsi paham Islam moderat.
Pasukan oposisi yang membawa bendera Islamis di Suriah saat ini terdiri atas tiga kelompok. Mereka adalah Front Islam untuk Pembebasan Suriah yang didirikan pada September 2012 dan dikenal sebagai sayap militer IM di Suriah.
Kemudian Front Islam Suriah yang didirikan pada Desember 2012 dan dikenal sebagai sayap militer gerakan Salafi di Suriah. Kelompok ketiga adalah Front Al-Nusra, yang merupakan gerakan paling radikal dan mengklaim memiliki hubungan dengan jaringan Al Qaeda.
KOMPAS
KAIRO:(DM) - Arab Saudi dan Jordania dikabarkan telah sepakat untuk melatih Tentara Pembebasan Suriah (FSA), sayap militer kubu oposisi di Suriah yang berhaluan moderat, dan mengirim senjata ke pihak oposisi di Provinsi Deraa, Suriah selatan.
Demikian diberitakan harian Al Quds Al Arabi edisi Selasa (16/4), seperti dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir.
Misi anggota FSA di bawah asuhan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) itu tidak hanya untuk menghadapi pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad, tetapi juga menghadang kelompok militan Front Al-Nusra yang makin kuat pengaruhnya akhir-akhir ini.
Jordania disebut mendapatkan imbalan bantuan 1 miliar dollar AS dari Arab Saudi atas kerja sama tersebut. Bantuan itu, bagi Jordania, sangat penting karena negara itu kini dililit utang hingga 20 miliar dollar AS dan defisit anggaran belanja mencapai 2 miliar dollar AS.
Beban Jordania saat ini terus bertambah dengan mengalirnya pengungsi asal Suriah ke negara itu. Tercatat hampir 500.000 pengungsi Suriah kini berada di Jordania.
Perdana Menteri (PM) Jordania Abdullah Ensour sering menegaskan, krisis Suriah merupakan ancaman terhadap keamanan dan stabilitas Jordania. Para pejabat Jordania belakangan ini juga melihat, semakin kuatnya pengaruh Al-Nusra di Suriah merupakan ancaman terhadap keamanan Jordania dan kekuasaan Raja Abdullah II.
Para pengambil keputusan di Jordania berpandangan, berlarut-larutnya krisis di Suriah hanya akan memperkuat pengaruh Front Al-Nusra. Sebaliknya, jika krisis Suriah cepat selesai, hal itu akan membantu kekuatan moderat memegang kendali di negara tersebut.
Itu sebabnya Jordania memutuskan membuka perbatasannya bagi penyaluran senjata ringan dan menengah ke Provinsi Deraa di Suriah selatan. Senjata itu disebutkan dibeli dari Kroasia di bawah pengawasan CIA dengan dana Arab Saudi.
Mengundang protes
Sebelumnya, Front Al-Nusra telah menobatkan pemimpin Al Qaeda, Ayman al-Zawahiri, sebagai pemimpin mereka. Tindakan tersebut mengundang protes dari berbagai kelompok oposisi di Suriah, termasuk dari kalangan Islamis. AS telah memasukkan Front Al-Nusra sebagai organisasi teroris.
Ketua Koalisi Nasional Suriah (NC) yang telah mengundurkan diri, Moaz al-Khatib, menyerukan agar Front Al-Nusra memutus hubungan dengan Al Qaeda.
Di sela-sela konferensi ”Islam dan Keadilan Transisi di Suriah” yang digelar di Istanbul, Turki, Selasa, Khatib menegaskan, gerakan revolusi Suriah menolak keras paham dan keterlibatan Al Qaeda.
Salah satu pemimpin Ikhwanul Muslimin (IM) di Suriah, Riyadh Syaqfa, juga meminta Al-Nusra menghormati kebersamaan perjuangan dan mengadopsi paham Islam moderat.
Pasukan oposisi yang membawa bendera Islamis di Suriah saat ini terdiri atas tiga kelompok. Mereka adalah Front Islam untuk Pembebasan Suriah yang didirikan pada September 2012 dan dikenal sebagai sayap militer IM di Suriah.
Kemudian Front Islam Suriah yang didirikan pada Desember 2012 dan dikenal sebagai sayap militer gerakan Salafi di Suriah. Kelompok ketiga adalah Front Al-Nusra, yang merupakan gerakan paling radikal dan mengklaim memiliki hubungan dengan jaringan Al Qaeda.
KOMPAS
0 komentar:
Post a Comment