Sebagai pengawal terdepan penjaga kedaulatan NKRI, TNI AL harus mampu
menunjukkan bahwa kekuatannya mampu menanggulangi seluruh gangguan
terhadap wilayah Indonesia. Kekuatan dan keunggulan utama TNI AL akan
dinilai dari kiprah-kiprah satuan operasional Armada dalam menjamin
kepentingan nasional di laut. Jika hal ini secara tuntas dapat
dilaksanakan maka impian menjadikan TNI AL sebagai aset pertahanan
nasional yang mumpuni telah menemukan jalurnya.
Pada
abad XIV dunia barat diramaikan dengan teori Copernicus, heliocentric
system, yang menyatakan bahwa bumi bulat. Banyak kalangan memperdebatkan
teori ini, termasuk para otoritas gereja yang meyakini bumi datar.
Christopher Columbus yang juga meyakini bahwa bumi berbentuk bola kecil
beranggap sebuah kapal dapat sampai ke timur melalui jalur barat. Dia
kemudian menjelajah Samudra Atlantik dan tiba di benua Amerika pada
tanggal 12 Oktober 1492. Meskipun sebelumnya orang-orang Viking telah
lebih dahulu tiba di Amerika Utara pada abad ke 11, namun sampai 6 abad
kemudian klaim Columbus sebagai penemu benua Amerika tak tergoyahkan.
Bumi bulat juga diyakini Ferdinand Magellan yang kemudian membuktikannya dengan berlayar dari Eropa ke barat menuju Asia dengan maksud mengelilingi bola dunia dan menjadi orang Eropa pertama yang melayari Samudra Pasifik. Meskipun dia tewas terbunuh di Filipina, tim ekspedisinya berhasil menyelesaikan misi mengelilingi bola dunia dan kembali ke Spanyol tahun 1522. Tahun 1498 Vasco da Gama mengarungi samudera Atlantik untuk meneruskan misi Bartolomeus Dias yang hanya sampai Tanjung Harapan dan berhasil mendarat di India.
Temuan jalur ini membuka rute antara Eropa dan India serta Timur Jauh yang kemudian membawa peningkatan ekonomi luar biasa bagi masyarakat Eropa, sekaligus berakibat kemunduran luar biasa bagi pedagang-pedagang Muslim yang semula menguasai jalur tersebut. India yang sebelumya wilayah terpencil dan hanya menjalin hubungan ke Asia Tenggara, segera menjadi wilayah penting dalam perdagangan Timur - Barat.
Cara Barentz berbeda lagi, dia ingin mencapai Asia dengan keliling bumi melalui Utara. Sayangnya ekspedisi Barentz terhenti karena sesampai di Kutub Utara air laut membeku. James Cook melakukan langkah serupa tetapi kearah selatan dan pada tahun 1770 dia berhasil mendarat di Australia sehingga dia dianggap sebagai penemu Benua Australia.
Dari rentetan berbagai penjelajahan laut ini menjadi gambaran bahwa para pelaut mempunyai kontribusi besar terhadap perkembangan peradaban dunia. Hal-hal yang sebelumnya sebatas ilusi dan teori-teori di lembaran buku, di tangan para pelaut menjadi empiris. Tanpa pelaut mungkin agama Hindu - Budha hanya akan menjadi agama eksklusif orang-orang India, agama Kristen hanya milik orang Jerusalem, agama Islam hanya milik orang Mekah-Madinah. Namun oleh para pelautlah kitab-kitab suci “berbunyi” dan menjadi penggerak dinamika kehidupan di muka bumi. Kaum pelaut tidak hanya menjadi penggubah dan pengubah sejarah, tetapi sekaligus penyebar seruan.
Penjelajahan para pelaut juga tidak sebatas pengembaraan saja tetapi juga meninggalkan berbagai catatan sejarah penting. Jika Marcopolo tidak menceritakan dan membuat catatan penjelajahan ke Asia, mungkin orang Eropa akan lebih lama terkungkung dalam kegelapan. Jika I-tsing tidak membuat catatan dalam kunjungan ke Sriwijaya, mungkin sejarah nusantara pertama itu hanya akan terdengar sayup-sayup. Jika Mattiussi tidak meninggalkan catatan dalam perjalanannya ke Jawa, mungkin sedikit yang diketahui tentang sejarah perang Singasari - Mongol. Juga dengan pentingnya catatan penjelajahan Laksamana Cheng Ho ke wilayah Nusantara yang sempat berkunjung ke Majapahit pada masa Wikramawardhana, hal itu memperkaya literatur sejarah kejayaan para pendahulu kita. Tanpa wawasan maritim Gajahmada, mungkin saat ini tidak ada Wawasan Nusatara. Tanpa pembangunan kekuatan maritim dan para pelaut tangguh seperti Laksamana Nala, mungkin wilayah nusantara akan menjadi jarahan bangsa Mongol yang masih bersikeras membalas dendam atas perlakuan Kertanegara dan kekalahan dari Raden Wijaya. Oleh otot dan pena para pelaut, sejarah itu diuntai sehingga tersambung menjadi rentetan benang merah perjalanan dunia. Bayangkan, tanpa kegigihan para pelaut mungkin peradaban bumi akan bergerak sangat lamban.
Melihat bagaimana pelaut menorehkan sejarah panjang di muka bumi, maka selayaknyalah para pelaut Indonesia bangga telah menjadi bagian masyarakat penggerak peradaban dunia. Bahkan tidak hanya dimuka bumi, peran pelaut dalam mendorong peradaban menjamah hingga luar angkasa. Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa Neil Armstrong, astronot pertama yang mendarat di bulan adalah perwira US Navy. Amstrong yang meninggal pada 25 Agustus lalu telah menerima 20 medali pertempuran. Peran pioner pelaut dalam mendorong peradaban tidak lepas etos-etos pelaut yang melekat kuat dan menjadi nyawa bagi terbentuknya budaya kelautan, seperti inklusif, berani, tangguh, kuat, disiplin, pantang menyerah, solidaritas tinggi, dan respek. Budaya-budaya seperti inilah yang saat ini langka di Indonesia. Budaya penjelajah samudra sebagaimana nenek moyang Nusantara yang mampu menyeberangi Samudra Hindia hingga mencapai Afrika pada abad ke 5 SM, telah lama rapuh.
Saat ini, meskipun mayoritas masih sebatas wacana, keinginan untuk membangkitkan dunia maritim Indonesia kembali bergairah. Lahirnya Wawasan Nusantara di tahun 1957 tidak lepas dari kesadaran maritim para pemimpin bangsa kala itu. Kegagalan Indonesia menjadi negara agraris menggiring sektor laut kembali mengemuka, terlebih dengan lahirnya lapisan masyarakat yang aktif berkampanye pentingnya kembali ke semangat maritim dan budaya maritim. Belajar dari berbagai negara maju seperti China, Jepang, Korea Selatan yang mampu unggul dengan berpijak pada budaya adi luhung mereka, maka
bangsa inipun sebenarnya bisa melakukan hal serupa dengan budaya unggul kita yang sudah terbukti pernah membawa kejayaan, yaitu budaya maritim.
Beberapa contoh budaya maritim yang apabila diaplikasikan dalam etos hidup keseharian dapat menjadi budaya unggul kita misalnya ketaatan mutlak pelaut terhadap peraturan diatas kapal yang tidak terbantahkan, ini tentu akan mendorong kedisiplinan warga terhadap peraturan yang berlaku sehingga tidak perlu ada suap menyuap dan korupsi. Sikap respek terhadap atasan dan sesama awak kapal, jika diaplikasikan dalam keseharian akan menjadi perekat bagi keselarasan hidup berbangsa dan bernegara. Sifat berani, pantang menyerah, siap bekerja keras dan keinginan kuat mencapai hasil terbaik yang merupakan sikap yang telah terpatri bagi tiap pelaut, apabila diaplikasikan akan menciptakan budaya sukses bagi tiap warga bangsa. Pentingnya kehormatan bagi pelaut juga dapat menjadi contoh bagi setiap warga negara untuk menciptakan budaya malu dan hidup lebih beretika. Sendainya spirit maritim ini menjadi nafas bagi bangsa ini, Indonesia akan menjadi bangsa unggul dan tidak lagi menjadi budak bangsa asing.
Untuk mentransformasikan ini kita membutuhkan pelopor, terutama dari kaum pelaut sendiri terutama TNI AL. Keluarga besar TNI AL harus mampu menjadi role model bagi bangkitnya budaya maritim dengan cara menunjukkan etos dan perilaku maritim sehingga mampu menjadi insipirasi bagi setiap warga bangsa. Untuk dapat menjadi role model TNI AL harus kuat dan tangguh dan ini merupakan keniscayaan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Sebuah benua maritim tentu membutuhkan kekuatan maritim yang besar berikut berbagai atributnya. Tentu agak sulit untuk kembali membangun kekuatan TNI AL seperti pada era 1960-an, karena selain membutuhkan anggaran yang besar juga perlu waktu yang lama. Tugas yang diemban TNI AL sangat berat sehingga harus dibekali infrastruktur yang memadai.
Untuk menjaga lebih dari 17 ribu pulau yang terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudera Hindia dan Pacific dengan panjang pantai 95.181 kilometer dan luas lautan 5.866.165 Km2 tentu membutuhkan sumber daya yang luar biasa. Geostrategis Indonesia yang merupakan silang dua samudra besar dan merupakan alur laut tersibuk di dunia menjadikan tantangan tersendiri bagi pembangunan kekuatan laut Indonesia. Belum lagi dengan dinamika pertahanan kawasan yang setiap saat dapat mengancam kedaulatan negara, seperti kebijakan pertahanan Australia AMIS 2005 (Australia’s Maritime Identification System) sejauh 1000 mil (1850 Km) yang berarti memasukkan wilayah ZEE Indonesia sebagai zona penangkal dalam satu waktu dapat saja menyulut sengketa. Juga dengan kebijakan USA tentang seapower protects (the American way of life) dengan strateginya A Cooperative Strategy for 21st Century Seapower yang implementasinya telah mengepung wilayah Indonesia dengan penempatan armada di Darwin, Singapura dan Philipina.
Berbagai kalangan berpendapat bahwa ancaman perang konvensional sudah berkurang, namun menilik dari belanja pertahanan laut negara-negara Asia Pasifik selama sepuluh tahun terakhir yang mencapai US $ 108 milyar bukanlah sebuah khabar baik. Pada masa ini ada sekitar 841 kapal baru yang siap beroperasi, 83 diantaranya adalah kapal selam, yang akan bertebaran di wilayah Asia Pasifik. Tebaran kekuatan laut negara-negara tetangga dapat segera menjadi ancaman apabila masalah perbatasan maritim Indonesia dengan negara tetangga tidak segera dituntaskan.
Pembekalan logistik (TNI AL) |
Bumi bulat juga diyakini Ferdinand Magellan yang kemudian membuktikannya dengan berlayar dari Eropa ke barat menuju Asia dengan maksud mengelilingi bola dunia dan menjadi orang Eropa pertama yang melayari Samudra Pasifik. Meskipun dia tewas terbunuh di Filipina, tim ekspedisinya berhasil menyelesaikan misi mengelilingi bola dunia dan kembali ke Spanyol tahun 1522. Tahun 1498 Vasco da Gama mengarungi samudera Atlantik untuk meneruskan misi Bartolomeus Dias yang hanya sampai Tanjung Harapan dan berhasil mendarat di India.
Temuan jalur ini membuka rute antara Eropa dan India serta Timur Jauh yang kemudian membawa peningkatan ekonomi luar biasa bagi masyarakat Eropa, sekaligus berakibat kemunduran luar biasa bagi pedagang-pedagang Muslim yang semula menguasai jalur tersebut. India yang sebelumya wilayah terpencil dan hanya menjalin hubungan ke Asia Tenggara, segera menjadi wilayah penting dalam perdagangan Timur - Barat.
Cara Barentz berbeda lagi, dia ingin mencapai Asia dengan keliling bumi melalui Utara. Sayangnya ekspedisi Barentz terhenti karena sesampai di Kutub Utara air laut membeku. James Cook melakukan langkah serupa tetapi kearah selatan dan pada tahun 1770 dia berhasil mendarat di Australia sehingga dia dianggap sebagai penemu Benua Australia.
Dari rentetan berbagai penjelajahan laut ini menjadi gambaran bahwa para pelaut mempunyai kontribusi besar terhadap perkembangan peradaban dunia. Hal-hal yang sebelumnya sebatas ilusi dan teori-teori di lembaran buku, di tangan para pelaut menjadi empiris. Tanpa pelaut mungkin agama Hindu - Budha hanya akan menjadi agama eksklusif orang-orang India, agama Kristen hanya milik orang Jerusalem, agama Islam hanya milik orang Mekah-Madinah. Namun oleh para pelautlah kitab-kitab suci “berbunyi” dan menjadi penggerak dinamika kehidupan di muka bumi. Kaum pelaut tidak hanya menjadi penggubah dan pengubah sejarah, tetapi sekaligus penyebar seruan.
Penjelajahan para pelaut juga tidak sebatas pengembaraan saja tetapi juga meninggalkan berbagai catatan sejarah penting. Jika Marcopolo tidak menceritakan dan membuat catatan penjelajahan ke Asia, mungkin orang Eropa akan lebih lama terkungkung dalam kegelapan. Jika I-tsing tidak membuat catatan dalam kunjungan ke Sriwijaya, mungkin sejarah nusantara pertama itu hanya akan terdengar sayup-sayup. Jika Mattiussi tidak meninggalkan catatan dalam perjalanannya ke Jawa, mungkin sedikit yang diketahui tentang sejarah perang Singasari - Mongol. Juga dengan pentingnya catatan penjelajahan Laksamana Cheng Ho ke wilayah Nusantara yang sempat berkunjung ke Majapahit pada masa Wikramawardhana, hal itu memperkaya literatur sejarah kejayaan para pendahulu kita. Tanpa wawasan maritim Gajahmada, mungkin saat ini tidak ada Wawasan Nusatara. Tanpa pembangunan kekuatan maritim dan para pelaut tangguh seperti Laksamana Nala, mungkin wilayah nusantara akan menjadi jarahan bangsa Mongol yang masih bersikeras membalas dendam atas perlakuan Kertanegara dan kekalahan dari Raden Wijaya. Oleh otot dan pena para pelaut, sejarah itu diuntai sehingga tersambung menjadi rentetan benang merah perjalanan dunia. Bayangkan, tanpa kegigihan para pelaut mungkin peradaban bumi akan bergerak sangat lamban.
Melihat bagaimana pelaut menorehkan sejarah panjang di muka bumi, maka selayaknyalah para pelaut Indonesia bangga telah menjadi bagian masyarakat penggerak peradaban dunia. Bahkan tidak hanya dimuka bumi, peran pelaut dalam mendorong peradaban menjamah hingga luar angkasa. Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa Neil Armstrong, astronot pertama yang mendarat di bulan adalah perwira US Navy. Amstrong yang meninggal pada 25 Agustus lalu telah menerima 20 medali pertempuran. Peran pioner pelaut dalam mendorong peradaban tidak lepas etos-etos pelaut yang melekat kuat dan menjadi nyawa bagi terbentuknya budaya kelautan, seperti inklusif, berani, tangguh, kuat, disiplin, pantang menyerah, solidaritas tinggi, dan respek. Budaya-budaya seperti inilah yang saat ini langka di Indonesia. Budaya penjelajah samudra sebagaimana nenek moyang Nusantara yang mampu menyeberangi Samudra Hindia hingga mencapai Afrika pada abad ke 5 SM, telah lama rapuh.
Saat ini, meskipun mayoritas masih sebatas wacana, keinginan untuk membangkitkan dunia maritim Indonesia kembali bergairah. Lahirnya Wawasan Nusantara di tahun 1957 tidak lepas dari kesadaran maritim para pemimpin bangsa kala itu. Kegagalan Indonesia menjadi negara agraris menggiring sektor laut kembali mengemuka, terlebih dengan lahirnya lapisan masyarakat yang aktif berkampanye pentingnya kembali ke semangat maritim dan budaya maritim. Belajar dari berbagai negara maju seperti China, Jepang, Korea Selatan yang mampu unggul dengan berpijak pada budaya adi luhung mereka, maka
bangsa inipun sebenarnya bisa melakukan hal serupa dengan budaya unggul kita yang sudah terbukti pernah membawa kejayaan, yaitu budaya maritim.
Beberapa contoh budaya maritim yang apabila diaplikasikan dalam etos hidup keseharian dapat menjadi budaya unggul kita misalnya ketaatan mutlak pelaut terhadap peraturan diatas kapal yang tidak terbantahkan, ini tentu akan mendorong kedisiplinan warga terhadap peraturan yang berlaku sehingga tidak perlu ada suap menyuap dan korupsi. Sikap respek terhadap atasan dan sesama awak kapal, jika diaplikasikan dalam keseharian akan menjadi perekat bagi keselarasan hidup berbangsa dan bernegara. Sifat berani, pantang menyerah, siap bekerja keras dan keinginan kuat mencapai hasil terbaik yang merupakan sikap yang telah terpatri bagi tiap pelaut, apabila diaplikasikan akan menciptakan budaya sukses bagi tiap warga bangsa. Pentingnya kehormatan bagi pelaut juga dapat menjadi contoh bagi setiap warga negara untuk menciptakan budaya malu dan hidup lebih beretika. Sendainya spirit maritim ini menjadi nafas bagi bangsa ini, Indonesia akan menjadi bangsa unggul dan tidak lagi menjadi budak bangsa asing.
Untuk mentransformasikan ini kita membutuhkan pelopor, terutama dari kaum pelaut sendiri terutama TNI AL. Keluarga besar TNI AL harus mampu menjadi role model bagi bangkitnya budaya maritim dengan cara menunjukkan etos dan perilaku maritim sehingga mampu menjadi insipirasi bagi setiap warga bangsa. Untuk dapat menjadi role model TNI AL harus kuat dan tangguh dan ini merupakan keniscayaan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Sebuah benua maritim tentu membutuhkan kekuatan maritim yang besar berikut berbagai atributnya. Tentu agak sulit untuk kembali membangun kekuatan TNI AL seperti pada era 1960-an, karena selain membutuhkan anggaran yang besar juga perlu waktu yang lama. Tugas yang diemban TNI AL sangat berat sehingga harus dibekali infrastruktur yang memadai.
Untuk menjaga lebih dari 17 ribu pulau yang terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudera Hindia dan Pacific dengan panjang pantai 95.181 kilometer dan luas lautan 5.866.165 Km2 tentu membutuhkan sumber daya yang luar biasa. Geostrategis Indonesia yang merupakan silang dua samudra besar dan merupakan alur laut tersibuk di dunia menjadikan tantangan tersendiri bagi pembangunan kekuatan laut Indonesia. Belum lagi dengan dinamika pertahanan kawasan yang setiap saat dapat mengancam kedaulatan negara, seperti kebijakan pertahanan Australia AMIS 2005 (Australia’s Maritime Identification System) sejauh 1000 mil (1850 Km) yang berarti memasukkan wilayah ZEE Indonesia sebagai zona penangkal dalam satu waktu dapat saja menyulut sengketa. Juga dengan kebijakan USA tentang seapower protects (the American way of life) dengan strateginya A Cooperative Strategy for 21st Century Seapower yang implementasinya telah mengepung wilayah Indonesia dengan penempatan armada di Darwin, Singapura dan Philipina.
Berbagai kalangan berpendapat bahwa ancaman perang konvensional sudah berkurang, namun menilik dari belanja pertahanan laut negara-negara Asia Pasifik selama sepuluh tahun terakhir yang mencapai US $ 108 milyar bukanlah sebuah khabar baik. Pada masa ini ada sekitar 841 kapal baru yang siap beroperasi, 83 diantaranya adalah kapal selam, yang akan bertebaran di wilayah Asia Pasifik. Tebaran kekuatan laut negara-negara tetangga dapat segera menjadi ancaman apabila masalah perbatasan maritim Indonesia dengan negara tetangga tidak segera dituntaskan.
Konfigurasi kekuatan
laut kawasan inilah yang akan menjadi batu ujian yang sangat berat bagi
TNI AL sehingga keberadaan armada tangguh mutlak harus. Tidak tuntasnya
penanganan berbagai gangguan terhadap kedaulatan maritim Indonesia
seperti pembajakan, pencurian ikan, pembuangan limbah oleh kapal asing,
trafficking, penyelundupan narkoba, nelayan pelintas batas hingga
persengketaan perbatasan dengan negara tetangga sedikit banyak akan
mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap TNI AL.
Sebagai pengawal terdepan penjaga kedaulatan NKRI, TNI AL harus mampu menunjukkan bahwa
kekuatannya mampu menanggulangi seluruh gangguan terhadap wilayah
Indonesia. Kekuatan dan keunggulan utama TNI AL akan dinilai dari
kiprah-kiprah satuan operasional Armada dalam menjamin kepentingan
nasional di laut. Jika hal ini secara tuntas dapat dilaksanakan maka
impian menjadikan TNI AL sebagai aset pertahanan nasional yang mumpuni
telah menemukan jalurnya.
Namun demikian tentunya hal tersebut tidak dapat dipikul oleh TNI AL sendiri, TNI AL dapat menjadi sumber inspirasi jika berada dalam lingkungan keunggulan dan lingkungan ini memerlukan dukungan politik. Pembangunan karakter memang penting, namun tanpa dukungan infrastruktur yang kuat akan sulit bagi TNI AL menghadapi ancaman global.
Matra laut tidaklah sama dengan matra lain yang dalam keadaan kepepet cukup modal nekad dan modal bambu runcing. Pertahanan laut membutuhkan piranti teknologi yang handal. Kita tentu berharap berbagai keterbatasan ini tidak akan sedikitpun menyurutkan TNI AL dalam menghadapi badai gelombang. Dan kita juga berharap kegigihan ini akan menular dan menjadi inspirasi bangkitnya budaya maritim. Tidak hanya mendorong terciptanya budaya unggul tetapi juga menjadi penerus tradisi-tradisi besar para pelaut masa lampau sebagai pendorong dinamika peradaban dunia.(mz/jalasena)
Namun demikian tentunya hal tersebut tidak dapat dipikul oleh TNI AL sendiri, TNI AL dapat menjadi sumber inspirasi jika berada dalam lingkungan keunggulan dan lingkungan ini memerlukan dukungan politik. Pembangunan karakter memang penting, namun tanpa dukungan infrastruktur yang kuat akan sulit bagi TNI AL menghadapi ancaman global.
Matra laut tidaklah sama dengan matra lain yang dalam keadaan kepepet cukup modal nekad dan modal bambu runcing. Pertahanan laut membutuhkan piranti teknologi yang handal. Kita tentu berharap berbagai keterbatasan ini tidak akan sedikitpun menyurutkan TNI AL dalam menghadapi badai gelombang. Dan kita juga berharap kegigihan ini akan menular dan menjadi inspirasi bangkitnya budaya maritim. Tidak hanya mendorong terciptanya budaya unggul tetapi juga menjadi penerus tradisi-tradisi besar para pelaut masa lampau sebagai pendorong dinamika peradaban dunia.(mz/jalasena)
Jalasveva Jayamahe !!!.
© Jalasena * Edisi No. 09 * September Th. I 2012 ©
0 komentar:
Post a Comment