Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono (kanan) bersama Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro (Kiri), saat mengikuti rapat kerja gabungan dengan Komisi
I, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin, 30 Januari 2012. Rapat tersebut
membahas alokasi peningkatan kebijakan anggaran sebesar Rp 72,5 trilun
ditambah alokasi Pinjaman Luar Negeri sebesar US$ 6,5 miliar untuk
pembiayaan kepentingan modernisasi alutsista TNI bagi berkembangnya
industri pertahanan dalam negeri. TEMPO/Imam Sukamto
Jakarta:(DM) - Ketua
Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq memprotes
langkah Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang meminta Kementerian Keuangan
membintangi anggaran dana optimalisasi Kementerian Pertahanan. Soalnya,
menurut Mahfudz, anggaran itu sudah dibahas dan disepakati antara
pemerintah dan DPR.
Bahkan, Mahfudz melanjutkan, disetujuinya pembahasan anggaran Kementerian Pertahanan itu sudah dilaporkan kepada Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Surat itu pun sudah diteruskan ke Kementerian Keuangan. “Jadi surat itu tidak lazim dan tidak wajar,” ujarnya di kompleks parlemen Senayan, kemarin.
Bahkan, Mahfudz melanjutkan, disetujuinya pembahasan anggaran Kementerian Pertahanan itu sudah dilaporkan kepada Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Surat itu pun sudah diteruskan ke Kementerian Keuangan. “Jadi surat itu tidak lazim dan tidak wajar,” ujarnya di kompleks parlemen Senayan, kemarin.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menuturkan, Kementerian Keuangan memang bisa memberi tanda bintang pada anggaran negara, selain DPR. Tapi, kata Mahfudz, menjadi janggal jika pemberian tanda bintang yang berujung pada pemblokiran itu berdasarkan surat Sekretaris Kabinet. “Tidak ada di tugas, pokok, dan fungsi,” katanya.
Dari dokumen yang diperoleh Tempo, pemblokiran berawal dari surat Dipo tertanggal 24 Juli 2012 kepada Menteri Pertahanan serta surat Dipo kepada Menteri Keuangan tertanggal 6 Agustus 2012. Dalam dua surat berklasifikasi rahasia itu, Dipo meminta klarifikasi atas disetujuinya anggaran dana optimalisasi miliaran rupiah Kementerian Pertahanan.
Mahfudz mengaku tidak mengetahui ada-tidaknya klarifikasi di antara dua kementerian itu. Soalnya, dia menegaskan, rapat bersama DPR dengan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan pada 5 September lalu telah menegaskan bahwa pemblokiran itu cacat hukum.
Priyo mengatakan, surat dikirim ke Menteri Keuangan atas dasar hasil rapat di Komisi Pertahanan. Politikus Partai Golkar itu menyatakan kesepakatan teknis mengenai besaran anggaran diputuskan di Komisi Pertahanan. Ihwal cepatnya waktu persetujuan yang hanya berselang satu hari, kata Priyo, “Seharusnya senang karena anggaran disetujui dengan cepat.”
Dipo enggan menanggapi adanya surat dari lembaganya ke Kementerian Keuangan. Alasannya, dia sedang berada di Phnom Penh, Kamboja.
Adapun Kementerian Pertahanan mengatakan telah mengklarifikasi adanya isu permainan anggaran. “Saya sudah minta klarifikasi Pak Dipo soal apa yang kemarin dilaporkan ke KPK,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Eris Heriyanto di kantornya kemarin. Eris menghubungi Dipo pada Jumat lalu. Namun, menurut Eris, saat dihubungi, Dipo kembali menegaskan tidak menyebutkan nama-nama kementerian.
Aktivis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Uchok Sky Khadafi, menilai janggal bahwa anggaran pemerintah disetujui hanya sehari oleh DPR. "Disetujui dengan cepat begitu justru memperlihatkan adanya mafia anggaran dan mafia proyek," katanya kemarin.
Jakarta - Ketua
Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq menilai langkah
Sekretaris Kabinet Dipo Alam meminta Kementerian Keuangan membintangi
anggaran di Kementerian Pertahanan tidak lazim. Apalagi anggaran
tersebut sudah dibahas dan disepakati antara pemerintah dan Komisi
Pertahanan DPR.
"Ini tidak lazim dan tidak wajar," kata Mahfudz ketika ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Senin, 19 November 2012.
Dalam dokumen yang diperoleh Tempo, Dipo Alam pada 24 Juli 2012 mengirim surat bernomor R.154/Seskab/VII/2012 kepada Menteri Pertahanan dengan klasifikasi rahasia. Dalam suratnya, Dipo meminta penjelasan rasionalisasi persetujuan pemanfaatan dana optimalisasi sebesar Rp 678 miliar.
Ada empat poin pertanyaan Dipo kepada Menteri Pertahanan. Pertama, mempertanyakan pengadaan peralatan apakah sudah sangat mendesak. Kedua, apakah rencana itu sudah melibatkan industri pertahanan dalam negeri dan BUMN. Ketiga, pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) baru memperoleh dana sebesar Rp 17 triliun pada 2012 dan Rp 6 triliun pada 2013. Kebutuhannya sendiri mencapai Rp 54 triliun. Terakhir, Dipo menyarankan pembelian sebesar Rp 678 miliar itu sebaiknya digunakan untuk pengadaan alutsista.
Pada 6 Agustus 2012, Dipo mengirim surat bernomor R.172-1/Seskab/VIII/2012 kepada Menteri Keuangan tentang klarifikasi pemanfaatan hasil optimalisasi nonpendidikan APBN-P Tahun Anggaran 2012 Kementerian Pertahanan. Dipo meminta Menteri Keuangan memberikan klarifikasi mengenai satuan harga dan urgensi pengadaan alat-alat tersebut.
Adapun peralatan yang dianggarkan itu adalah pengadaan satu paket encrypsi senilai Rp 350 miliar, satu paket tactical communication senilai Rp 15 miliar, satu paket Monobs DF senilai Rp 115 miliar, serta closed circuit dan peralatan pendukung senilai Rp 198 miliar. Anggaran ini diajukan oleh Kementerian Pertahanan dan sudah disetujui oleh Komisi Pertahanan DPR.
Akibat surat Dipo Alam, Kementerian Keuangan lalu memberi tanda bintang pada anggaran ini. Dalam rapat gabungan bersama Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Direktur Anggaran III pada 5 September 2012, kesimpulan rapat menyatakan surat Kementerian Keuangan bernomor S-2113/AG/2012 tanggal 10 Agustus untuk membintangi anggaran Kementerian Pertahanan itu cacat hukum. Kesimpulan kedua menyatakan Dewan meminta klarifikasi yang diperlukan Kementerian Keuangan kepada Kementerian Pertahanan diselesaikan sebelum 12 September 2012.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menuturkan, yang bisa memberi tanda bintang pada anggaran negara adalah Kementerian Keuangan dan DPR. Namun, menjadi sangat aneh jika Sekretaris Kabinet meminta Kementerian Keuangan untuk membintangi anggaran. "Tidak ada di tupoksi," kata Mahfudz.
Mahfudz menjelaskan, dia tidak mengetahui apakah sudah ada klarifikasi antara dua kementerian itu sesuai hasil rapat pada 5 September. "Itu kan internal mereka," kata dia. Namun, dia menegaskan, langkah Dipo Alam bisa merugikan kementerian terkait karena program tidak jalan. Apalagi pemanfaatan dana optimalisasi ini sudah menjadi perincian dalam Undang-Undang APBN Perubahan 2012.
Saat dimintai konfirmasi kemarin, Dipo Alam lewat pesan pendek hanya mengatakan, "Saya ada di Phnom Penh. Nanti saja jika sudah di Jakarta."
"Ini tidak lazim dan tidak wajar," kata Mahfudz ketika ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Senin, 19 November 2012.
Dalam dokumen yang diperoleh Tempo, Dipo Alam pada 24 Juli 2012 mengirim surat bernomor R.154/Seskab/VII/2012 kepada Menteri Pertahanan dengan klasifikasi rahasia. Dalam suratnya, Dipo meminta penjelasan rasionalisasi persetujuan pemanfaatan dana optimalisasi sebesar Rp 678 miliar.
Ada empat poin pertanyaan Dipo kepada Menteri Pertahanan. Pertama, mempertanyakan pengadaan peralatan apakah sudah sangat mendesak. Kedua, apakah rencana itu sudah melibatkan industri pertahanan dalam negeri dan BUMN. Ketiga, pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) baru memperoleh dana sebesar Rp 17 triliun pada 2012 dan Rp 6 triliun pada 2013. Kebutuhannya sendiri mencapai Rp 54 triliun. Terakhir, Dipo menyarankan pembelian sebesar Rp 678 miliar itu sebaiknya digunakan untuk pengadaan alutsista.
Pada 6 Agustus 2012, Dipo mengirim surat bernomor R.172-1/Seskab/VIII/2012 kepada Menteri Keuangan tentang klarifikasi pemanfaatan hasil optimalisasi nonpendidikan APBN-P Tahun Anggaran 2012 Kementerian Pertahanan. Dipo meminta Menteri Keuangan memberikan klarifikasi mengenai satuan harga dan urgensi pengadaan alat-alat tersebut.
Adapun peralatan yang dianggarkan itu adalah pengadaan satu paket encrypsi senilai Rp 350 miliar, satu paket tactical communication senilai Rp 15 miliar, satu paket Monobs DF senilai Rp 115 miliar, serta closed circuit dan peralatan pendukung senilai Rp 198 miliar. Anggaran ini diajukan oleh Kementerian Pertahanan dan sudah disetujui oleh Komisi Pertahanan DPR.
Akibat surat Dipo Alam, Kementerian Keuangan lalu memberi tanda bintang pada anggaran ini. Dalam rapat gabungan bersama Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Direktur Anggaran III pada 5 September 2012, kesimpulan rapat menyatakan surat Kementerian Keuangan bernomor S-2113/AG/2012 tanggal 10 Agustus untuk membintangi anggaran Kementerian Pertahanan itu cacat hukum. Kesimpulan kedua menyatakan Dewan meminta klarifikasi yang diperlukan Kementerian Keuangan kepada Kementerian Pertahanan diselesaikan sebelum 12 September 2012.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menuturkan, yang bisa memberi tanda bintang pada anggaran negara adalah Kementerian Keuangan dan DPR. Namun, menjadi sangat aneh jika Sekretaris Kabinet meminta Kementerian Keuangan untuk membintangi anggaran. "Tidak ada di tupoksi," kata Mahfudz.
Mahfudz menjelaskan, dia tidak mengetahui apakah sudah ada klarifikasi antara dua kementerian itu sesuai hasil rapat pada 5 September. "Itu kan internal mereka," kata dia. Namun, dia menegaskan, langkah Dipo Alam bisa merugikan kementerian terkait karena program tidak jalan. Apalagi pemanfaatan dana optimalisasi ini sudah menjadi perincian dalam Undang-Undang APBN Perubahan 2012.
Saat dimintai konfirmasi kemarin, Dipo Alam lewat pesan pendek hanya mengatakan, "Saya ada di Phnom Penh. Nanti saja jika sudah di Jakarta."
0 komentar:
Post a Comment