Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Militer Negara Sahabat

20 December 2014

Jet Tempur SU-35 vs F-35

4:30 PM Posted by Unknown No comments
su-34-f-35
Su-35 dan F-35

Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Salam sejahtera.

Pendahuluan(DM)
JKGR tercinta telah menampilkan artikel-artikel tentang Su-35, dan menimbulkan komentar pro dan kontra yang ramai secara sehat. Mengapa begitu? Tentu saja terkait antara lain dengan keputusan TNI AU dalam memilih Su-35 sebagai pilihan nomor 1 pengganti F-5, dan antisipasi ancaman kedaulatan udara kita jangka waktu 5 – 10 tahun ke depan, terutama menghadapi F-35. Sebagaimana diketahui Australia telah memesan sampai dengan 78 pesawat tempur F-35, dan Singapura juga sedang menjajaki untuk membelinya. Pada kesempatan ini penulis mencoba untuk membandingkan SU-35 vs F-35 dengan cara melakukan skenario penyerangan udara Australia ke sarang The Thunders di Makassar.


Beberapa singkatan kata
AMRAAM – Advanced Medium-Range Air-to-Air Missile
JDAM – joint defence air munition
TVC – thrust vector control
MRTT – Multi Role Tanker Transport
VLO – very low observables (siluman/ stealth)
LO – low observables (siluman/ stealth)
ARH – active radar homing seeker rudal
SARH – semi-active radar homing seeker rudal
DL – datalink for midcourse guidance corrections rudal
IMU – inertial package for midcourse guidance rudal
IRH – heatseeking, single or dual colour scanning seeker rudal
RF – passive radio frequency anti-radiation seeker rudal
WVR – within visual range
BVR – beyond visual range
DRFM – digital radio frequency memory
AAR – air-to-air refuelling
SEAD – suppression of enemy air defences
AEW&C – airborne early warning & control
CAP – combat air patrol

Skenario
Gambar 1 menunjukan pandangan Australia tentang kemampuan aksi radius F-35, tanpa atau dengan satu kali AAR. Dari gambar tampak bahwa diperlukan 1 x AAR untuk mencapai Makassar. Tetapi perlu diingat bahwa MRTT harus menunggu di posisi tersebut untuk mengisi kembali bahan bakar F-35 guna perjalanan pulang ke pangkalannya (Darwin, Curtin dan/ atau Learmouth).

Gambar 1
Gambar 2

Kabar terakhir menyebutkan bahwa aksi radius F-35A adalah 584 nm atau 1000 km. Pada radius ini dari sasaran (Makassar) F-35A akan mengisi bahan bakar untuk terakhir kali sebelum menyerang. Namun MRTT harus tetap berada pada posisi ini menunggu kembalinya F-35A, untuk pengisian bahan bakar lagi sebelum kembali ke pangkalannya. Bila tidak, karena misalnya MRTT telah diusir atau ditembak jatuh oleh SU-35, maka F-35A akan jatuh ke laut kehabisan bahan bakar. Formasi F-35A diasumsikan terdiri dari 24 pesawat sebagai sweeper dipersenjatai 2 AMRAAM C dan 2 AIM-9., dan 24 pesawat sebagai bomber dipersenjatai 2 JDAM dan 2 AIM-9. Ini sesuai dengan data terakhir kapasitas internal weapons load dari F-35A. Mengapa tidak semuanya 78 pesawat dikerahkan, karena ada yang dalam perawatan dan sebagai cadangan.

Serangan ini ditangkal oleh kita menggunakan SU-35, sebuah pesawat multi role fighter yang istimewa, karena mempunyai fuel fraction yang besar (0,40) disamping dapat mengusung banyak persenjataan di 12 hardpoints. Mengingat sesuai data yang dipublikasikan SU-35 mempunyai jarak tempuh 3600 km dengan bahan bakar maksimum di ketinggian, adalah aman untuk mengatakan bahwa aksi radius SU-35 adalah sebesar 1500 km (50% bahan bakar + persenjataan).
Semua tersebut di atas ditunjukan pada Gambar 2.

Gambar 3

Di atas telah disebutkan bahwa MRTT harus tetap berada pada posisi radius 1000 km dari sasaran, menunggu kembalinya F-35A, untuk pengisian bahan bakar lagi. Bila tidak, maka F-35A akan jatuh ke laut kehabisan bahan bakar. Inilah kelemahan dari serangan ini. Bila ditarik garis lurus dari posisi ini ke Makassar, maka kita dapat memprediksikan bahwa di sepanjang garis tersebut akan terdapat F-35A, terlepas pesawat siluman atau tidak. Apalagi ada SatRad Saumlaki (jangkauan 440 km) dan SatRad Buraen (jangkauan 620 km) yang overlap satu sama lain pada radius 1000 km ini. Kedua SatRad ini, mungkin agak susah mendeteksi F-35A (siluman?), tetapi gampang mendeteksi MRTT yang sudah in position. Dengan demikian jalur serangan lewat Tenggara ini sudah tertutup. Masih ada tersisa satu lagi jalur serangan lewat Barat Daya (Lombok) karena sayangnya masih ada Radar Gap di situ. Namun demikian, tanpa SatRadpun, kita masih bisa prediksi dengan keakuratan cukup tinggi posisi MRTT, dan dimana kira-kira posisi F-35A, sesuai dengan garis lurus dari posisi ini ke Makassar, tinggal kita kirim SU-35 untuk menghancurkannya. Kuncinya adalah rontokkan MRTT, dan Australia sudah kalah.

Semua tersebut di atas ditunjukan pada Gambar 3..
Sifat siluman F-35A
Semua pakar dan komentator, di luar USAF dan pabrik pembuatnya Lockheed, telah menganalisanya dan sampai sekarang telah sampai pada kesimpulan bahwa sesungguhnya F-35A adalah bukan VLO (seperti F-22) melainkan hanya LO. Salah satu kesimpulannya adalah bahwa sifat silumannya hanya baik pada aspek sudut 30º (hijau) dilihat dari depan, kurang (kuning) pada sudut 30º-120 º dari depan dan 60º belakang, serta lemah (merah) pada kurang lebih sudut 90 º dari samping kiri dan kanan. Lihat Gambar 4. Demikian pula lemah apabila dipandang dari sebelah atas atau bawah.

Selain itu, semua pesawat jet, siluman atau tidak, bila terbang pada ketinggian akan menghasilkan panas dari gesekan dengan udara, dan panas dari gas buang mesin jet. Panas ini dapat dideteksi oleh IRST seperti yang dipunyai oleh SU-35.

Gambar 4 Gambar 4 

Di bagian atas telah disebutkan Formasi F-35A diasumsikan terdiri dari 24 pesawat sebagai sweeper dipersenjatai 2 AMRAAM C dan 2 AIM-9., dan 24 pesawat sebagai bomber dipersenjatai 2 JDAM dan 2 AIM-9. Pesawat F-35A sendiri digembar-gemborkan sebagai pesawat siluman VLO, dan dengan sifat silumannya saja akan dapat mengalahkan semua pesawat lain (kecuali saudara tuanya, F-22). Apa benar demikian, dan bagaimana cara kita menghadapinya?

Kelemahan sifat silumannya sudah dibahas di atas. Kinematiknyapun tidak menjanjikan, belum pernah terbang lebih tinggi dari 43.000 ft, dan kecepatannya belum pernah diuji sampai Mach 1,6 seperti tertulis di brosurnya. Untuk tidak menghilangkan fitur silumannya, persenjataannya dibatasi hanya yang dapat diangkut oleh internal weapons bay-nya, yang untuk pesawat sekelas ini kapasitasnya sangat sedikit (lihat di atas).

Taktik SU-35 kita menghadapi F-35A diusulkan menggunakan formasi tembok (wall formation). 32 pesawat SU-35 dibagi dalam 3 kelompok, yang terhubung dengan data link, sehingga posisi masing-masing kelompok relatif dengan posisi F-35A dapat diketahui oleh masing-masing anggota.

Kelompok 1 di tengah berjumlah 8 buah SU-35, total senjata 48 rudal BVR/ R-77 dan16 rudal WVR/ R-73.

Kelompok 2 sejumlah 12 SU-35 dan kelompok 3 dengan jumlah yang sama di kiri dan kanan berjarak 40 -100 km, masing-masing dibagi lagi sesuai tugasnya, yaitu (1) merontokan MRTT, dan (2) menyerang F-35A dari arah sisi kiri dan kanan yang lemah fitur silumannya.

Total senjata kelompok yang bertugas merontokan MRTT adalah 16 rudal BVR/ Kh-31P ARH atau 8 rudal R-172 ARH/DL/IMU, dan 16 rudal BVR/ R-77 serta 16 rudal WVR/ R-73.

Total senjata kelompok yang bertugas menyerang F-35A dari arah sisi kiri dan kanan tugas adalah 96 rudal BVR/ R-77 dan 32 rudal WVR/ R-73.

Semua SU-35 kelompok 1, 2 dan 3 ada pada ketinggian 59.000 ft, sedangkan F-35A ada di ketinggian 43.000 ft. Hal ini menguntungkan SU-35 karena dengan demikian jangkauan rudal SU-35 akan lebih besar dari normalnya, sebaliknya kerugian pada F-35A, jangkauan rudalnya akan lebih kecil dari normalnya. Analognya seperti melempar lembing dari bawah ke atas bukit atau sebaliknya.

Semua kelompok dengan moda pasif, radar Irbis-E dimatikan, tetapi KNIRTI SAP-14 Support Jammer DRFM ECM dan/ atau KNIRTI SAP-518 ECM pod serta IRST OLS 35 diaktifkan.

Bagian dari kelompok 2 dan 3 (8 pesawat tempur SU-35) yang bertugas merontokan MRTT, lebih dahulu dan harus secara agresif kalau perlu supersonik mengejar dan merontokan MRTT karena ini adalah misi utama skenario ini. Posisi MRTT mudah diprediksi karena pasti berada secara resiprokal baringan arah F-35A. Dengan menggunakan radar Irbis-E, MRTT dapat dideteksi pada jarak 400 km, dan dapat ditembak pada jarak 200 km menggunakan rudal R-172, atau pada jarak 80 – 100 km menggunakan rudal R-77. Untuk lebih memastikan diteruskan dengan merge WVR merontokkan sisanya menggunakan rudal R-73 dan/ atau kanon 30 mm. Pada skenario ini MRTT tidak dikawal oleh CAP.

Kelompok 2 & 3 (16 pesawat tempur SU-35) secara agresif melambung maju kedepan, dan secara intermittent menyapu bagian sisi kiri/ kanan F-35A yang lemah silumannya dengan radarnya, dan pada waktu yang tepat menyerang dengan 30 targets tracking 8 targets simultaneous attack. Demikian juga kelompok 1 (8 pesawat tempur SU-35) mengincar dari atas bagian atas F-35A yang lemah silumannya. Sebaiknya kedua serangan ini dilakukan pada waktu yang sama atau hampir bersamaan. Diteruskan dengan pertempuran WVR merge menghajar F-35A yang masih tersisa. Ini soal gampang karena kinematik F-35A kalah total dari SU-35 yang mempunyai TVC 3D, dan kecepatan lebih tinggi. Istilahnya Sitting duck, Can’t turn, can’t climb, can’t run .

Semua tersebut di atas ditunjukan secara grafis pada Gambar 5, 6, 7

image013
 dan 8.
Gambar 6
Gambar 6

Gambar 7
 Gambar 7

Gambar 8
Gambar 8


Hasil
BVR : Asumsinya, dalam BVR, Pk rudal SU-35 adalah 0,50 dan Pk. Rudal F-35A adalah 0,40 karena menembak dari bawah ke atas. Jumlah rudal yang ditembakan oleh SU-35 adalah 48 + 96 rudal BVR/ R-77 sama dengan 144 rudal. Karena doktrin Rusia, yang juga dipakai kita, adalah penembakan salvo rudal ARH + IR seeker untuk satu sasaran maka hasilnya adalah (144/2)*0,50 = 36 F-35A rontok kena ditembak. Sisanya tinggal 12 F-35A.

Sedangkan jumlah rudal yang ditembakan oleh F-35A adalah 48 rudal BVR/ AMRAAM dengan hasilnya adalah 48*0,40 = 20 SU-35 kena ditembak. Sisanya tinggal 12 SU-35.
WVR : 12 SU-35 melawan 12 F-35A, 24 rudal WVR/ R-73 melawan 24 rudal AIM-9. Menurut data statistik Pk rudal WVR adalah 0,73, sehingga dengan demikian tinggal 3 SU-35 melawan 3 F-35A. Tidak masalah, dengan kanon 30 mm, yang konon dapat dipandu oleh IRST, sisa F-35A dihabisi.

Diskusi Dan Kesimpulan
Variasi-variasi dari skenario di atas tentunya bisa saja dibuat, namanya juga teoritis. Tetapi jangan lupa bahwa kuncinya adalah merontokkan MRTT, pertempuran sudah selesai. Jadi bisa dibuat skenario dimana jumlah SU-35 yang ditugaskan mengejar MRTT ditambah untuk memastikan hal ini. BTW, skenario di atas penulis buat supaya lebih ramai.

Mengapa MRTT tidak diproteksi oleh CAP? Jawabannya adalah jumlah F-35A Australia tidak cukup untuk mendukung operasi SEAD + CAP.

Australia juga punya Super Hornet dan Growler, mengapa tidak diikutsertakan? Jawabannya adalah mereka hanya punya aksi radius kecil tidak cocok untuk operasi jarak jauh sehingga akan sangat membebani MRTT.
Mengapa skenario tidak melibatkan AEW&C Wedgetail yang juga dipunyai Australia? Penulis ingin skenario paling sederhana dan minimum yang nantinya dapat dikembangkan menuju yang lebih kompleks. Wedgetail ini radarnya punya jarak jangkau maksimum 600 km look up mode dan lebih dari 370 km look down mode. Supaya kinerjanya optimum, Wedgetail harus ikut dekat di belakang F-35A. Untuk menghadapinya, perlu ditambah kelompok/ jumlah SU-35.

Apakah SU-27SKM/30MK2 mampu menggantikan peran SU-35? Menurut penulis tidak bisa karena radarnya tidak cukup kuat dibandingkan dengan Irbis-E, dan fuel fraction-nya sebesar 0,34 lebih kecil, sehingga mengakibatkan combat persistence-nya masih di bawah SU-35.
Sebagai kesimpulan, adalah sebagai berikut :
  1. Skenario di atas membuktikan bahwa kita butuh SU-35 dengan jumlah minimum yang kita perlukan untuk menjaga keunggulan udara adalah 2 skadron @ 16 pesawat, total 32 pesawat. Kurang dari itu tidak mungkin.
  2. Masih ada Radar Gap yang perlu ditutup, dapat diatasi dengan memasang SatRad di Selatan P. Lombok atau Sumbawa dengan jangkauan sama seperti SatRad Buraen.
Eurofighter Dan Gripen
Pendapat yang berbeda banyak dilontarkan di JKGR dan warung sebelah bahwa sebaiknya dibeli Eurofighter/ Gripen daripada SU-35, terutama dengan alasan ToT. Kita lupa bahwa ToT adalah hanya salah satu kriteria yang harus dikaji bila kita ingin membeli alutsista utama. Banyak lagi kriteria lainnya seperti antara lain doktrin pertahanan, kondisi geografis operasional di Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jarak antara pulau yang sangat besar, dan lain-lain, serta last but not least adalah ancaman embargo dan harganya. Dari sudut ancaman embargo dan harganya saja SU-35 sudah menang dibandingkan dengan yang lain.

Mari kita lihat kriteria-kriteria penting yaitu combat persistence, yang terkait dengan fuel fraction serta aksi radius dan lain-lain pada Tabel berikut.

image022


Pada akhirnya ternyata bahwa SU-35 adalah yang paling sesuai dengan kebutuhan kita.
Bagi mereka yang memilih Eurofighter atau Gripen, diharapkan akan mengerti setelah membaca artikel ini.

Skenario Serangan Lain
Dalam artikel ini dipilih serangan terhadap Makassar, namun serangan ke sasaran lain seperti misalnya pusat pemerintahan dan komunikasi Jakarta, dan Lanud Utama Iswahyudi, dapat terjadi, seperti dahulu pernah direncanakan oleh Australia pada waktu lepasnya Timor Timur menjadi Timor Leste. Untuk menghadapinya dapat digunakan taktik yang sama, akan tetapi kesulitan kita akan lebih besar karena kita tidak mempunyai radar di pantai Selatan P. Jawa yang dapat menjangkau paling tidak 600 – 750 km ke Lautan Hindia.

Penutup
Dipersilahkan bahkan diharapkan dari pembaca untuk memberikan komentar dan kritik atas artikel ini. Tetapi, please, mohon hindari komentar yang sama sekali tidak terkait dengan isi artikel, macam komentar dari nickname @mbah bowo.

Sebagai penutup, mohon maaf bila ada kesalahan disengaja maupun tidak, dan diucapkan terima kasih kepada para pembaca. Wasalammu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
* by Antonov

0 komentar:

Post a Comment