Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Militer Negara Sahabat

07 February 2016

K-9 Vajrā-T: Penghujung Tiga Dekade Pencarian Sistem Artileri Mutakhir India

9:06 PM Posted by Unknown No comments


NEW DELHI:(DM) - Sudah hampir tiga dekade India mencorat-coret persyaratan untuk memiliki sistem artileri modern, terutama meriam howitzer swagerak berpenggerak rantai (Self Propelled, Tracked). Sementara itu keresahan India makin meningkat ketika pada tahun 2009 Pakistan membeli 115 unit meriam M-109A5 dari Amerika Serikat (AS), sebagai “hadiah” AS atas bantuan Pakistan dalam perang di perbatasan Afghanistan. India merasa hal ini akan membuat Pakistan lebih unggul dalam perang konvensional, dimana meriam artileri 155mm ini sangat berguna dalam operasi di area gurun di perbatasan Pakistan-India. Apalagi meriam swagerak dapat melaksanakan operasi shoot and scoot (“tembak dan kabur”), dan lebih fleksibel dalam penggelarannya di medan pertempuran, dibanding dengan meriam konvensional.

Jejak akuisisi meriam howitzer bahkan sudah buram semenjak 30 tahun lalu, ketika terjadi “Skandal Bofors” pada tahun 1986, dimana banyak pejabat pemerintahan India dituding menerima “kickback” dari Bofors dalam pengadaan meriam Fälthaubits 77 (FH77) kaliber 155mm produksi Bofors. Namun begitu, sekira 400 unit meriam Bofors diterima AD India. Opsi tambahan pembelian meriam tidak dipakai, dan malah dipergunakan oleh AD Swedia, dan pada akhirnya menjadi basis konversi menjadi Archer Artillery System.

Dengan jejak “hitam” akuisisi pun, ternyata FH77 mampu membuktikan taringnya, memainkan peran kunci dalam operasi di Perang Kargil tahun 1999. Meriam FH77 membuat pasukan Pakistan kocar-kacir dari posisinya di pegunungan. Berkat akurasi, jangkauan yang jauh, laju tembakan yang tinggi, serta mobilitasnya, AD India mampu menghancurkan posisi Pakistan dengan cepat berdasarkan masukan intelijen secara real time.

Namun saat ini, meriam tersebut berkurang karena faktor atrisi dan kanibalisasi, sehingga hanya tersisa sekira 200 pucuk. Dan skandal Bofors menjadi kali terakhir AD India membeli sistem artileri modern.

Usaha pembelian sistem artileri mutakhir bukannya tidak dilakukan. Pada akhir 1990an, perusahaan pertahanan Denel dari Afrika Selatan berhasil mengembangkan prototipe meriam swagerak Bhim, dengan mengawinkan turret T-6 155/52 produksinya dengan tank buatan India, Arjun. Pengembangan ini diawasi langsung oleh Defence Research and Development Organisation (DRDO) India.

Sialnya, tahun 2005, Denel dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) pemerintah India karena tuduhan pelanggaran di kontrak terpisah untuk menyuplai 400 senapan anti-materielkepada AD India. Dan bersamaan dengan blacklist tersebut, kandas pula program meriam swagerak Bhim. Walaupun larangan tersebut dicabut pada tahun 2014 ketika Central Bureau of Investigation India tidak mampu membuktikan adanya pelanggaran, pada titik itu semua sudah terlambat.

Pada Januari 2011, pemerintah India kembali membuka Request for Proposal (RFP), dimana tender tersebut diikuti oleh Larsen & Toubro (L&T), Tata Power, Ordnance Factories Board (OFB) dan Bharat Earth Movers Limited (BEML). L&T menggandeng Samsung-Techwin dari Korea Selatan, OFB menggandeng Rosoboronexport, dan BEML menggandeng perusahaan Konstrukha dari Slovakia. Namun hanya L&T dan OFB yang mengikuti uji evaluasi lapangan, yang diselenggarakan pada Maret sampai Agustus 2013 di Pokharan Field Firing Range, Rajasthan. L&T maju dengan K-9 Vajrā-T (Petir), yaitu versi modifikasi L&T dari meriam swagerak berpenggerak rantai K-9 Thunder buatan Samsung-Techwin, Korea Selatan. Meriam swagerak ini berkaliber 155mm/52 calibre dansudah diulas ARCinc pada waktu lalu, dimana K-9 Thunder sudah dipergunakan oleh tentara Korea Selatan, Polandia, dan Turki . Sementara itu OFB mengikutkan versi upgrade dari meriam swagerak 2S19 MSTA-S buatan Rusia. Modifikasi dilakukan ke standar caliber 155/52 dan dengan chassis tank T-72.


Evaluasi terus dilanjutkan sampai awal 2014 dimana uji coba di gurun dan ketinggian dilakukan. Hasilnya, dalam aspek mobilitas operasional, kecepatan, akurasi, dan laju tembakan secara umum, K-9 berhasil mengalahkan MSTA-S.

Pada pertengahan 2014 dilakukan uji penerimaan perawatan/pemeliharaan yang dilakukan oleh Korps Insinyur/Zeni Elektronika dan Permesinan (Corps of Electronics and Mechanical Engineers) serta Direktorat Jenderal Kendali Mutu (Directorate General of Quality Assurance).

Tahap pengujian berakhir pada September 2015, dimana Kementrian Pertahanan India menentukan pemenangnya pada 22 Desember. Satu-satunya meriam yang tersisa setelah melalui tahapan tersebut adalah K-9 dari L&T. Pembelian ini akan masuk dalam kategori “Buy Global” di Prosedur Pengadaan Pertahanan (Defence Procurement Procedure/DPP) India. Dalam kategori ini, perusahaan domestic harus bergabung dengan Original Equipment Manufacturers (OEM) guna menawarkan peralatan dan platform yang dikembangkan bersama kepada militer India.

Sebagai informasi, DPP memiliki empat (4) kategori:

1.Buy, terdiri dari “Buy (Indian)” and “Buy (Global)”.

“Buy (Indian)” mesti memiliki minimum 30% konten lokal berdasarkan basis biaya.

2."Buy and Make"

Membeli dari OEM asing, diikuti oleh produksi berlisensi atau manufaktur lokal di India.

3.Buy & Make (Indian)

Membeli dari vendor India (termasuk perusahaan India yang membentuk joint venture atau mengatur produksi bersama OEM), diikuti oleh produksi berlisensi atau manufaktur lokal di India. “Buy & Make (Indian)” mesti memiliki minimum 50% konten lokal berdasarkan basis biaya.

4.Make

Termasuk sistem kompleks teknologi tinggi atau peralatan kritis untuk sistem senjata apapun yang didesain, dikembangkan, dan diproduksi di dalam negeri.

Walaupun begitu, kemungkinan K-9 yang diproduksi L&T akan mengandung 50% konten lokal, yang membantu mem-bypass investasi offset 30% yang wajib dalam bidang pertahanan domestik, keamanan internal, dan penerbangan sipil, sehingga sesuai pula dengan kategori ”Buy & Make (Indian)”. Konten lokal ini akan mencakup fabrikasi dan permesinan dari struktur lambung dan turret , serta 14 jenis sub-sistem yang dikembangkan dalam negeri. Perakitan akan dilakukan secara lokal di pabrik Telegaon milik L&T dekat Pune di barat India, dengan suplai kit perakitan dari Samsung-Techwin.


Tender meriam swagerak India ini bernilai sekira Rs 4,500 sampai Rs 5,000 crore atau setara USD 700 sampai USD 800 juta, untuk 100 unit meriam.

Kementrian Pertahanan India memulai negosiasi harga dengan L&T dan pemerintah Korea Selatan mulai Desember 2015 lalu, dimana diperkirakan perjanjian pengadaan meriam swagerak dapat ditandatangani mulai 1 April 2016 di permulaan tahun fiskal baru. Proses akhir bisa memakan tambahan enam bulan lagi.

Pemerintah India juga memiliki opsi tambahan 50 buah sistem K-9, untuk diakuisisi melalui kategori DPP “Buy and Make”, dan bahkan pertimbangan untuk ekspor di kemudian hari.

Saat ini L&T bertugas menyuplai AD India dengan 10 meriam pertama dalam 18 bulan sesudah penandatanganan, dengan 90 meriam sisanya untuk disuplai dalam kurun waktu dua tahun.

Sementara itu, secara parallel pemerintah India masih mengupayakan untuk membeli M777 Ultra­Light Howitzer dari Amerika Serikat. Namun usaha ini masih menemui jalan buntu karena isu biaya dan arena proposal vendor tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan offset. Usaha pembelian M777 ini berada dalam payung Foreign Military Sales (FMS).

0 komentar:

Post a Comment