Armada kapal perang Indonesia |
Besaran pembelian senjata oleh negara-negara Asia Tenggara telah menjadi
pembicaraan hangat bagi analis-analis pertahanan. Pengeluaran
Pertahanan di seluruh wilayah Asia Tenggara meningkat 13,5 persen dari
tahun lalu menjadi US$ 25,4 miliar dan diperkirakan akan terus meningkat
menjadi US$ 40 miliar pada tahun 2016, seperti yang digambarkan
Stockholm International Peace Research Institute.
Lembaga independen tersebut mengatakan, Indonesia, Vietnam, Thailand dan Kamboja telah meningkatkan anggaran pertahanan sebesar 66 persen hingga 82 persen dari tahun 2002 sampai tahun lalu.
Indonesia telah membeli kapal selam dari Korea Selatan dan sistem radar pantai canggih dari China dan Amerika Serikat, Vietnam juga mengakuisisi kapal selam dan jet tempur dari Rusia dan juga telah mendapatkan rudal balistik dari Israel. Anggaran pertahanan Vietnam untuk tahun ini adalah US$ 3,1 miliar, naik 35 persen dari tahun lalu. Filipina pun tidak ketinggalan, negara kepulauan tersebut juga memiliki keinginan besar terhadap persenjataan dari Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Perancis dan Inggris untuk akuisisi pertahanannya.
Singapura, negara kecil ini telah menjadi negara terbesar kelima di dunia dalam urusan impor senjata. Singapura tampaknya ingin mempertahankan gelarnya sebagai pemboros alat pertahanan di kawasan Asia Tenggara, mengalokasikan US$ 9,7 miliar pada tahun ini untuk belanja pertahanan. Ini merupakan 24 persen dari anggaran nasionalnya. Negara ini membeli jet tempur dari Amerika Serikat dan kapal selam dari Swedia. Thailand berencana untuk membeli kapal selam dan pesawat tempur dari Swedia yang nantinya akan dilengkapi dengan rudal anti-kapal, sedangkan pengiriman senjata ke Malaysia melonjak delapan kali lipat selama dari tahun 2004 hingga 2009.
Selama beberapa dekade, sebagian besar negara Asia Tenggara seperti tertidur, sebagian besar hanya jenis senapan dan kendaraan tempur ringan yang mereka impor untuk menghadapi ancaman internal. Namun, negara-negara Asia Tenggara yang memiliki sengketa wilayah dengan China telah membangun kekuatan pertahanan mereka. Memang telah terjadi ketegangan atas klaim teritorial China di Laut Cina Selatan, sperti dengan Filipina.
Hingga tahun 2020, para analis pertahanan memperkirakan 56 kapal selam akan ditambahkan ke seluruh armada laut negara-negara Asia Tenggara dan 30 kapal selam akan juga memperkuat China. Beberapa kapal selam China akan mampu membawa 12 rudal balistik peluncuran laut yang nantinya bisa dilengkapi dengan hulu ledak ganda. seorang analis Asia Tenggara dari Akademi Angkatan Pertahanan Australia di Universitas NSW, Carl Thayer, mengatakan penyebaran kapal selam nuklir, termasuk kapal selam rudal balistik, akan menjadikan dimensi geostrategis baru untuk keseimbangan regional.
Penyebaran kapal selam nuklir China akan terus menarik perhatian bagi Angkatan Laut AS. Aksi membeli/memproduksi senjata dalam jumlah besar akan memiliki dampak destabilisasi bagi keamanan regioal. Dalam sebuah makalah oleh seorang analis pertahanan, Profesor Thayer, mengatakan : "Asia tenggara sudah siap untuk bersaing dalam persenjataan karena ketidakpercayaan strategis dengan China."
Amerika pun turut campur dalam "menghadapi China" ini, AS akan memperkuat poros pasukan keamanan ke Asia tenggara dan Pasifik. Strategi ini dipandang sebagai penyeimbang kekeutan China, yang agresif menegaskan klaim teritorialnya di hampir seluruh Laut Cina Selatan. Bagian dari wilayah yang juga diklaim oleh Filipina, Brunei, Malaysia dan Vietnam.
Lembaga independen tersebut mengatakan, Indonesia, Vietnam, Thailand dan Kamboja telah meningkatkan anggaran pertahanan sebesar 66 persen hingga 82 persen dari tahun 2002 sampai tahun lalu.
Indonesia telah membeli kapal selam dari Korea Selatan dan sistem radar pantai canggih dari China dan Amerika Serikat, Vietnam juga mengakuisisi kapal selam dan jet tempur dari Rusia dan juga telah mendapatkan rudal balistik dari Israel. Anggaran pertahanan Vietnam untuk tahun ini adalah US$ 3,1 miliar, naik 35 persen dari tahun lalu. Filipina pun tidak ketinggalan, negara kepulauan tersebut juga memiliki keinginan besar terhadap persenjataan dari Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Perancis dan Inggris untuk akuisisi pertahanannya.
Singapura, negara kecil ini telah menjadi negara terbesar kelima di dunia dalam urusan impor senjata. Singapura tampaknya ingin mempertahankan gelarnya sebagai pemboros alat pertahanan di kawasan Asia Tenggara, mengalokasikan US$ 9,7 miliar pada tahun ini untuk belanja pertahanan. Ini merupakan 24 persen dari anggaran nasionalnya. Negara ini membeli jet tempur dari Amerika Serikat dan kapal selam dari Swedia. Thailand berencana untuk membeli kapal selam dan pesawat tempur dari Swedia yang nantinya akan dilengkapi dengan rudal anti-kapal, sedangkan pengiriman senjata ke Malaysia melonjak delapan kali lipat selama dari tahun 2004 hingga 2009.
Selama beberapa dekade, sebagian besar negara Asia Tenggara seperti tertidur, sebagian besar hanya jenis senapan dan kendaraan tempur ringan yang mereka impor untuk menghadapi ancaman internal. Namun, negara-negara Asia Tenggara yang memiliki sengketa wilayah dengan China telah membangun kekuatan pertahanan mereka. Memang telah terjadi ketegangan atas klaim teritorial China di Laut Cina Selatan, sperti dengan Filipina.
Hingga tahun 2020, para analis pertahanan memperkirakan 56 kapal selam akan ditambahkan ke seluruh armada laut negara-negara Asia Tenggara dan 30 kapal selam akan juga memperkuat China. Beberapa kapal selam China akan mampu membawa 12 rudal balistik peluncuran laut yang nantinya bisa dilengkapi dengan hulu ledak ganda. seorang analis Asia Tenggara dari Akademi Angkatan Pertahanan Australia di Universitas NSW, Carl Thayer, mengatakan penyebaran kapal selam nuklir, termasuk kapal selam rudal balistik, akan menjadikan dimensi geostrategis baru untuk keseimbangan regional.
Penyebaran kapal selam nuklir China akan terus menarik perhatian bagi Angkatan Laut AS. Aksi membeli/memproduksi senjata dalam jumlah besar akan memiliki dampak destabilisasi bagi keamanan regioal. Dalam sebuah makalah oleh seorang analis pertahanan, Profesor Thayer, mengatakan : "Asia tenggara sudah siap untuk bersaing dalam persenjataan karena ketidakpercayaan strategis dengan China."
Amerika pun turut campur dalam "menghadapi China" ini, AS akan memperkuat poros pasukan keamanan ke Asia tenggara dan Pasifik. Strategi ini dipandang sebagai penyeimbang kekeutan China, yang agresif menegaskan klaim teritorialnya di hampir seluruh Laut Cina Selatan. Bagian dari wilayah yang juga diklaim oleh Filipina, Brunei, Malaysia dan Vietnam.
0 komentar:
Post a Comment