Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Militer Negara Sahabat

15 May 2012

Pertemuan Presiden Korut dan SBY singgung rudal Korut

11:49 PM Posted by Unknown No comments

Kim Yong Nam saat memeriksa pasukan di Istana Merdeka, Jakarta.
Pertemuan Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Republik Demokratik Korea Utara, Kim Yong Nam dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Selasa (14/05) menyinggung pula soal kontroversi peluncuran roket satelit milik Korut.

"Presiden Korut memberikan informasi tentang upaya peluncuran satelit beberapa waktu lalu," kata Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalagewa, dalam jumpa pers di Kantor Kepresidenan, usai pertemuan bilateral kedua pemimpin negara.

Menurut Marty, di sela-sela pertemuan bilateral, Kim Yong Nam menginformasikan kepada Presiden Yudhoyono tentang peluncuran roket satelit Korut, yang sempat diprotes oleh negara-negara Barat, Korea Selatan serta Jepang, beberapa saat lalu.

Dalam penjelasan kepada Presiden Yudhoyono, ungkap Marty, Kim Yong Nam menyesalkan sikap sejumlah negara yang mencurigai peluncuran roket satelit tersebut sebagai peluncuran rudal bertenaga nuklir.


"Ada semacam informasi yang tidak seimbang dan cenderung menyusutkan Korut," kata Kim Yong Nam, seperti dikutip Marty.

Menanggapi penjelasan orang nomor dua di jajaran pimpinan politik Korea Utara itu, Presiden Yudhoyono mengatakan, setiap muncul persoalan di semenanjung Korea sebaiknya diselesaikan melalui dialog dan komunikasi.

"Ini untuk menghindari kesalahpahaman," tegas Presiden Yudhoyono, yang dikutip Menlu Marty.

Peristiwa langkah

Lebih lanjut Marty mengatakan, Presiden Yudhoyono dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan, perlunya setiap pihak untuk menahan diri, mengutamakan perdamaian dan stabilitas di kawasan semenanjung Korea, karena wilayah itu merupakan "salah-satu wilayah paling berbahaya dikawasan Asia Pasifik".


Dengan demikian, lanjut Marty, pembicaraan kedua pemimpin negara yang digelar menyusul perubahan kepemimpinan pimpinan tertinggi Korut, merupakan "peristiwa langkah".

"Ini kesempatan langkah untuk mendengar supaya kita tahu pandangan dunia Korut pasca perubahan ini. Dengan menyerap pandangan itu, kita kemudian menanggapinya, dan dengan secara terukur kita mempengaruhi perkembangan di semenanjung Korea".

Namun demikian, Marty Natalegawa menegaskan, pertemuan kedua pemimpin negara tidak secara khusus membicarakan persoalan tuntutan perlucutan program nuklir Korut.

"Secara umum di bawah topik (yang terjadi) di semenanjung Korea. Yang lebih dalam (adalah) soal peluncuran satelit," kata Marty usai jumpa pers.

Tetapi Marty menambahkan, tidak menutup kemungkinan persoalan di seputar isu nuklir Korut ini akan dibahas lebih lanjut oleh kedua presiden dalam pertemuan berikutnya. "Kan masih ada pertemuan jamuan kenegaraan," tegas Menlu.

Bukan Pengucilan

Terhadap sorotan pegiat HAM dunia yang menganggap masih ada praktek pelanggaran HAM di Korea Utara, Marty mengatakan, kedua pemimpin tidak secara langsung membahas perkembangan dalam negeri masing-masing.

"Namun posisi Indonesia mengenai masalah ini (HAM Korut), sangat tegas, dan terus ada evolusi dan perkembangan," jelasnya.

Di masa lalu, menurut Marty, Indonesia memang menolak resolusi PBB terkait persoalan HAM di negara itu.


"Namun dalam beberapa waktu terakhir, kita telah menyesuaikan posisi kita untuk lebih memberi dorongan dan desakan agar Korut meningkatkan hal-hal terkait HAM, dengan tidak lagi menentang resolusi tentang Korut di PBB," paparnya.

Karena itulah, menurut Menlu, "Kami kira Korut sudah tahu evolusi sikap Indonesia, dan ini sudah menjadi ketetapan Indonesia".

Staf pengajar di Universitas Pertahanan Indonesia, Bantarto Bandoro, mengatakan, hubungan Indonesia-Korut tidak perlu harus dilihat dalam konteks dugaan pelanggaran HAM di Korut.

"Dan saya kira itu tidak akan membawa implikasi yang serius terhadap citra Indonesia yang mendukung penghormatan HAM. Dan (hubungan Korut-Indonesia) itu tidak bisa diartikan sebagai dukungan Indonesia terhadap rezim yang begitu represif di Korut," kata Bantarto Bandoro dalam wawancara dengan wartawan BBC Indonesia, Pinta Karana.

Di luar persoalan isu aktual, pertemuan bilateral kedua pemimpin menyepakati untuk meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan. Mereka juga berkomitmen membangun kerjasama di bidang olah raga dan kebudayaan.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, walaupun saat ini Korea Utara terkena sanksi ekonomi dari PBB dan beberapa negara Barat, Indonesia menganggap membuka hubungan ekonomi dengan Korea Utara tetap penting.

"Bukan sebagai pembenaran atas berbagai kekurangan yang masih terjadi di Korut, tetapi justru berdasarkan suatu keyakinan bahwa negara seperti Korut lebih akan ada kemungkinan suatu perubahan ke arah perbaikan seandainya ada komunikasi dan dialog yang terbuka dengan masyarakat internasional, bukan pengucilan," jelasnya menjawab pertanyaan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, usai jumpa pers di Kantor Kepresidenan.

Sumber: BBC

0 komentar:

Post a Comment